REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani akhirnya mengumumkan calon menteri untuk kabinet barunya, Senin (12/1). Pengumuman itu tertunda tiga bulan pascapelantikan Ghani.
Keinginan untuk membentuk pemerintah yang antikorupsi dan meningkatnya perang dengan gerilyawan Taliban, menjadi beberapa alasan penyebab lamanya pembentukan kabinet tersebut. Sebanyak 25 nama masuk dalam nominasi menteri.
Sebelum resmi menjadi menteri, para calon tersebut harus mendapat persetujuan parlemen Afghanistan terlebih dahulu. Presiden Ghani dan rival pemilu yang berubah menjadi partner pemerintahannya Abdullah Abdullah menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam menentukan susunan kabinet. Situasi itu memunculkan kekhawatiran mengenai apakah pemerintahan mereka bisa bekerja secara efektif di masa yang akan datang.
Ghani dilantik pada 29 September lalu setelah ada kesepakatan pembagian kekuasaan dengan Abdullah, mantan rival pemilunya, yang menuduh adanya kecurangan yang membuat Ghani menang dalam pemilu.
Empat kementerian yang paling menonjol dibagi antara kedua kubu secara merata. Calon menteri Departemen Pertahanan Sher Mohammad Karimi yang merupakan kepala staf Angkatan Darat Nasional Afghanistan, merupakan orang yang dianggap dekat dengan Ghani. Begitu juga dengan calon Menteri Keuangan, Ghulam Jilani Popal.
Untuk Kementerian Dalam Negeri, Nur ul-Haq Ulumi sebagai calon merupakan pendukung Abdullah selama kampanye. Calon Menteri Luar Negeri Salahuddin Rabbani pun berhubungan dekat dengan Abdullah.
Analis politik Zia Rafat mengatakan, kabinet yang dibentuk tersebut tidak mewakili terobosan besar dari sistem patronase Afghanistan. "Banyak dari mereka adalah orang-orang yang berkampanye untuk salah satu kubu dan mendapatkan sesuatu sebagai imbalan," kata Rafat yang juga merupakan seorang Profesor Universitas Kabul dilansir Al-Arabiya, Selasa (13/1).
Thomas Ruttig dari Jaringan Analis Afghanistan setuju bahwa kabinet tersebut lebih mencerminkan jaringan politik dibanding kualifikasi profesional. Namun, Ruttig mengatakan ada beberapa nama yang kurang dikenal dalam daftar yang mungkin bisa berubah menjadi teknokrat yang lebih mandiri.
"Mari kita lihat apakah itu pertanda baik, dan seberapa banyak membuatnya melalui parlemen," kata Ruttig.