REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Penyakit gatal-gatal mulai menyerang anak-anak korban banjir Benenain di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste.
"Anak-anak di sini sudah mulai menderita gatal-gatal, demam, dan flu setelah banjir bandang menerjang wilayah itu sejak Desember 2014," kata Kepala Dusun Ae Ra'e, Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka Milus Kehi yang dihubungi dari Kupang, Selasa (13/1).
Menurut dia, sanitasi lingkungan pasca banjir di kawasan tersebut mulai memburuk, sehingga anak-anak menjadi mudah terserang penyakit.
"Material lumpur menumpuk dimana-mana, termasuk di dalam rumah warga sehingga menjadi sumber penyakit, khususnya bagi anak-anak setempat," katanya.
Ia menambahkan genangan banjir pada sejumlah titik dalam lingkungan perkampungan penduduk juga belum kering, sehingga menjadi salah satu sumber berkembangbiaknya nyamuk.
Terhadap intervensi pihak kesehatan, Milus mengaku mendapatkan perkunjungan dari petugas medis setempat sekali dalam sepekan untuk mengobati anak-anak yang terserang penyakit gatal-gatal serta bantuan obat-obatan untuk para korban lainnya.
Para korban juga mengharapkan bantuan pangan dari pemerintahan setempat, namun sampai saat ini belum bentuak bantuan apapun yang diberikan pemerintah kepada korban banjir. "Jujur saya mau bilang kalau hingga saat ini kami belum dapatkan bantuan sedikitpun dari pemerintah. Kami mempertahankan hidup dengan makan apa adanya, seperti singkong (ubi kayu) dan kelapa kering," katanya.
Warga juga masih kesulitan mendapatkan fasilitas air bersih pasca banjir, sehingga dengan terpaksa memanfaatkan sebuah sumur tua sebagai sumber air kehidupan meski sudah terkontaminasi dengan kotoran yang dikirim banjir.
Selaku aparatur pemerintah di tingkat bawah, kata Milus, pihaknya sudah melaporkan secara resmi kondisi yang dialami warga setempat kepada Kepala Desa dan Camat Malaka Barat. Namun demikian, belum ada satupun bantuan yang datang untuk diberikan kepada warga.
"Kami sudah lapor tetapi sampai saat ini belum ada bantuan. Kami terpaksa memanfaatkan apa yang kami miliki untuk tetap bertahan hidup," katanya.