REPUBLIKA.CO.ID, TONGA -- Meteorolog dari Otoritas Penerbangan Sipil Selandia Baru, Peter Lechner, mengutarakan, gunung berapi di Tonga itu memuntahkan abu vulkanis sejauh lebih dari 9.000 meter ke udara.
Seorang ahli gunung api dari Institut Ilmu Geologi & Nuklir di Selandia Baru, Brad Scott, mengatakan gunung berapi ini mulai meletus sejak sekitar 20 Desember 2014.
Brad menyebut, letusan terakhir terjadi pada tahun 2009, tetapi gunung ini juga meletus pada tahun 1988, 1937 dan 1912. Ia menuturkan, gunung berapi ini mulai menyebabkan beberapa masalah terkait jarak pandang penerbangan, sekitar dua hari yang lalu.
"Beberapa hari terakhir, angin muson semacam berganti arah dan menjadi tidak stabil lalu arah anginnya juga tidak stabil dan itu belum berubah," jelasnya, Selasa (13/1).
Ia menambahkan, "Secara khusus, awan abu telah menuju pulau utama ‘Nuku'alofa’ dan ini menciptakan beberapa masalah bagi penerbangan, sehingga untuk menghindari resiko, mereka menghentikan penerbangan selama arah angin berembus menuju bandara."
Warga di Tonga menggambarkan letusan ini sebagai pemandangan yang spektakuler. Mereka mengatakan, bola letusan dari gunung berapi telah menyembur tinggi ke langit, dan air berlumpur mengubah laut di lepas pantai Nuku’alofa menjadi merah darah.
"Saya merasa gunung api itu tengah melepaskan uap, sekaligus bertumbuh. Ukuran dasarnya telah menjadi dua kali lipat sejak 24 Desember, ketika melihatnya kali pertama,” kata seorang warga bernama Chris Egan.
Tidak ada kerusakan yang dilaporkan dan Pusat Pemantauan Abu Vulkanis Selandia Baru menyebutkan, awan abu diperkirakan akan menghilang pada akhir Selasa ini.