REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri pelumas di dalam negeri telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pelumas dapat mendukung industri otomotif dan sektor industri lainnya seperti mesin produksi serta konstruksi.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, saat ini terdapat lebih dari 20 pabrik pelumas atau Lube Oil Blanding Plant (LOBP) di Indonesia. Secara keseluruhan pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi mencapai 1,8 juta kilo liter pertahun, dengan omzet sekitar Rp. 7 triliun. Sementara itu, potensi pasar dalam negeri hanya sekitar 850 ribu kilo liter per tahun sehingga terjadi over capacity sebesar 47 persen.
Saleh mengatakan, saat ini industri pelumas mendapatkan tantangan dengan adanya produk pelumas impor yang meningkat 50 persen dalam empat tahun terakhir. Pada 2010, produk pelumas impor mencapai 200 ribu kilo liter dan pada 2013 meningkat menjadi 300 ribu kilo liter.
"Salah satu penyebab adanya kelebihan kapasitas di dalam negeri karena masih ada produk impor ilegal yang masuk," ujar Saleh dalam kunjungan ke Pabrik Pelumas Shell di Kawasan Industri Marunda, Selasa (13/1).
Dengan produksi yang melimpah, Saleh meminta kepada industri pelumas agar melakukan ekspor terutama ke pasar Asia Tenggara, Asia, dan Uni Eropa. Sementara itu, pemerintah akan menerapkan sejumlah kebijakan non tarif untuk mengendalikan impor produk pelumas dan mengamankan pasar dalam negeri. Kebijakan itu diantaranya yakni penerapan SNI Wajib, program P3DN, dan perlindungan yang dilakukan melalui safe guard, serta bea masuk anti dumping.
"Dengan adanya produksi pelumas di dalam negeri, paling tidak bisa mengurangi impor dan mendorong ekspor," kata Saleh.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi oleh industri pelumas yakni ketersediaan bahan baku. Selama ini industri pelumas masih mengandalkan impor bahan baku dan bahan aditif dari negara lain, sehingga menjadikan industri pelumas dalam negeri masih sebatas formulasi dan pencampuran atau compounding. Oleh karena itu, menurut Saleh, perlu ada rantai pasik yang saling terintegrasi antara sektor hulu dan hilir.