REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Surabaya, Romahurmuziy, menyatakan ada tiga perbedaan pandangan mendasar yang menyebabkan PPP terpecah.
"Yang menjadi awal mula ialah perbedaan pada soal pencalonan Suryadharma Ali (SDA) sebagai presiden," terang Romahurmuziy pada ROL, Selasa (13/1).
Sama seperti banyak ketua umum partai lainnya, Romahurmuziy menyatakan SDA juga sempat memiliki keinginan untuk maju sebagai calon presiden. Akan tetapi, ia dan generasi muda lainnya lebih rasional dalam melihat politik. Kala itu, elektabilitas pribadi SDA berada di bawah 1 persen. Karena itu, lebih banyak pihak yang tidak mendukung rencana pencalonan SDA sebagai capres.
Perbedaan pandangan kedua ialah ketika PPP dihadapkan untuk memilih mendukung Joko Widodo atau Prabowo Subianto sebagai presiden Indonesia, meski waktu itu PDIP belum resmi mengusung Jokowi. Berdasarkan pertimbangan berbagai aspek, kubu Romahurmuziy (Romy) memilih untuk memberikan dukungan kepada Jokowi, akan tetapi, SDA selaku Ketum PPP memutuskan untuk memberi dukungan pada Prabowo, sehingga mau tidak mau semua mengikuti meski tidak setuju.
Perbedaan pandangan ketiga ialah terkait sikap PPP pascakekalahan Prabowo dalam Pilpres 2014. Romy menyatakan SDA memilih "hidup dan mati" bersama Koalisi Merah Putih (KMP) dan Prabowo. Sedangkan menurut Romy PPP menganut tradisi politik Sunni, yang berarti tidak membangkang terhadap pemerintah selama pemerintahnya taat terhadap agama. A
kan tetapi, pada akhirnya PPP tetap bersama KMP karena SDA tetap ingin di KMP. Ketiga hal itulah yang menurut Romy mendasari terjadinya perpecahan dalam internal PPP.