REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Majalah satir Prancis, Charle Hebdo, harusnya tidak lagi memanasi suasana hati umat Muslim dunia dengan pemberitaan yang menimbulkan pertentangan antarumat beragama apalagi melecehkan simbol dan kebesaran Nabi Muhammad SAW.
"Apapun alasan dan latar belakakng hingga adanya majalah yang menampilkan Nabi Muhammad sedang menangis dan memegang sebuah papan bertuliskan Je suis Charlie (aku adalah Charlie) tidak dapat dibenarkan oleh peraturan apapun atau kode etik dari manapun," kata Ketua MUI Nusa Tenggara Timur H Abdul Kadir Makarim, di Kupang, Kamis (15/1).
Haji Makarim mengatakan hal itu menanggapi majalah Charle Hebdo, Rabu (14/1), meluncurkan terbitan pertamanya sejak serangan anggota kelompok Islam radikal yang membunuh 12 orang di kantornya dengan kartun Nabi Muhammad di halaman sampul depan.
Majalah yang menampilkan Nabi Muhammad sedang menangis dan memegang sebuah papan bertuliskan Je suis Charlie di bawah kalimat utama All is forgiven (semuanya sudah dimaafkan) tersebut telah dicetak sebanyak tiga juta eksemplar.
Majalah itu langsung habis terjual di banyak tempat dalam Kota Paris hanya beberapa menit setelah diperdagangkan.
Je sui Charlie sendiri adalah slogan yang digunakan oleh jutaan pendukung Charlie Hebdo di Prancis dan seluruh dunia setelah delapan jurnalis dan kartunis majalah tersebut serta empat orang lain meninggal karena ditembak pada pekan lalu.
Menurut Abdul Kadir Makarim, pembahasan yang mendasar tentang agama dilakukan dengan mengedepankan kehati-hatian, dan sebaiknya dilakukan di tempat serta media khusus, bukan media publik yang diakses luas pembaca.