Kamis 15 Jan 2015 15:46 WIB

Impor dari Cina Harus Dibatasi Demi Bangun Industri Listrik

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengunjung melihat Pameran Kelistrikan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (1/10). (Republika/ Wihdan).
Foto: Republika/ Wihdan
Pengunjung melihat Pameran Kelistrikan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (1/10). (Republika/ Wihdan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri barang modal dalam negeri telah memiliki kemampuan dalam pembangunan infrastruktur tenaga listrik. Sektor industri ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung program pemerintah dalam rangka membangun energi listrik sebesar 35 ribu MW selama lima tahun mendatang.  

Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin, Teddy C Sianturi mengatakan, industri barang modal dalam negeri baru bisa mengasilkan energi listrik di bawah 35 MW. Sedangkan, untuk proyek tenaga listrik 10 ribu MW Tahap I dan II masih relatif rendah yakni sekitar kurang dari 20 persen.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan hal tersebut, perlu adanya pembatasan impor sehingga nantinya dapat mendorong peningkatan industri komponen listrik dalam negeri.  "Untuk menjamin kualitas, kita juga perlu membuat standarisasi nasional sehingga industri asing mau menggunakan produk komponen dalam negeri," kata Teddy.  

Teddy menambahkan, Kementerian Perindustrian telah bekerjasama dengan Kementerian ESDM dan lembaga terkait seperti BPPT untuk mendorong peningkatan industri barang modal dalam negeri. Menurut Teddy, apabila ada fasilitas dari pemerintah, maka capaian TKDN untuk proyek energi listrik dapat meningkat sebesar 30 persen, dalam jangka waktu dua tahun.

Selain itu, diharapkan ada keberpihakan pemerintah agar memberikan kesempatan kepada industri lokal untuk mengembangkan peralatan energi listrik dengan kapasitas di bawah 100 MW. Menurut Teddy, kapasitas listrik di bawah 100 MW nantinya dapat digunakan untuk menyuplai listrik di daerah-daerah kecil.  

Terkait dengan nilai investasi yang diperlukan, Teddy belum bisa melakukan kalkulasi. Menurut Teddy, penghitungan nilai investasi baru bisa dilakukan apabila sudah ada potret dan pemetaan industri yang jelas. Namun, tidak menutup kemungkinan investasi bisa dilakukan dengan menggandeng PMA, PMDN, atau memperkuat BUMN yang sudah ada.

"Pada umumnya proyek listrik banyak kerjasama dengan Cina, kalau bisa proyek-proyek yang kerjasama itu dilimpahkan saja ke industri lokal, karena teknologi kita sudah mampu bersaing dengan Cina," kata Teddy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement