REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER-- Pengamat hukum Universitas Jember Dr Widodo Eka Tjahyana menilai penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Budi Gunawan yang menjadi calon kepala Polri terkesan politis.
"Penetapan itu dilakukan setelah Komjen Pol Budi Gunawan diusulkan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo, sehingga terkesan dipolitisasi," kata Widodo di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (16/1).
Menurut dia, kebijakan Presiden Jokowi untuk meminta pertimbangan KPK dan PPATK terhadap para calon menteri di Kabinet Kerja merupakan hal yang baru di pemerintahan dan tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut.
"Kalau Presiden tidak melibatkan KPK dalam memilih Jaksa Agung dan Kapolri, maka hal itu sah-sah saja karena kewenangan memilih kedua pejabat negara itu merupakan hak prerogatif presiden," tuturnya.
Ia menilai upaya hukum yang dilakukan KPK mengabaikan prinsip hukum dan merampas hak konstitusional yang dilindungi oleh konstitusi. "Kita semua menghormati asas parduga tak bersalah dan beberapa kasus penetapan tersangka oleh KPK masih menggantung, seperti kasus haji dengan tersangka Suryadharma Ali karena tidak ada langkah hukum konkrit setelah penetapan tersangka," paparnya.
Jika KPK ingin menegakkan hukum, kata dia, seharusnya kasus tersebut dituntaskan jauh-jauh hari saat isu rekening gendut bergulir dan lembaga "superbody"itu tak perlu gegabah menetapkan status tersangka terhadap seseorang.
"Penetapan Budi Gunawan menjadi tersangka adalah bagian dari praktik politik yang tidak etis karena dilakukan saat proses uji kelayakan tengah berlangsung, sehingga KPK harus melakukan introspeksi diri," ucap pengajar hukum tata negara itu.
Calon tunggal Kapolri yang tengah menjalani "fit and proper test" di DPR itu ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan hadiah atau janji saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri tahun 2004-2006.