REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sudah menyetujui Komjen Pol Budi Gunawan menjadi Kapolri, sehingga proses selanjutnya tinggal menunggu Presiden Joko Widodo melantik yang bersangkutan. Namun saat ini, Presiden menghadapi situasi dilematis, pasalnya calon pimpinan Polri tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Presiden bisa melakukan dua alternatif ini," kata anggota Komisi III DPR RI fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, Jumat (16/1).
Dua alternatif tersebut yaitu Jokowi tetap melantik Budi menjadi Kapolri, namun sebagai tersangka, dia harus bersikap Kooperatif. Tetap menjalani proses penyidikan di KPK hingga pengadilan memutuskan.
Alternatif kedua, Presiden menunjuk pelaksana tugas (PLT) Kapolri. Lalu kemudian meminta komitmen KPK untuk fokus menangani kasus Budi, sehinga dalam satu, atau dua bulan ke depan, berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk diputuskan.
Karena KPK tidak bisa mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SPPP). Sehingga melalui pengadilan akan diputuskan apakah Budi bersalah atau tidak. Dalam hal ini Presiden menunda pelantikan Budi menjadi Kapolri.
"Ada dua alternatif, Presiden tetap melantik BG, dan BG tidak boleh menghalangi penyidikan, dan menjalani proses hukumnya sebagai tersangka. Kedua menunjuk PLT dan menunda pelantikan BG lalu kemudian, presiden meminta Komitmen KPK untk mempercepat proses penyidikan," jelasnya di kompleks parlemen, Jumat (16/1).
Dengan demikian, jika pengadilan sudah memutuskan bahwa Budi tidak bersalah, maka Presiden bisa segera melantiknya. Tetapi sebaliknya, jika perwira tinggi tersebut terbukti bersalah, maka Presiden tidak boleh melantiknya. "Kalau tidak bersalah segera dilantik. Kalau bersalah tidak dilantik," ujarnya.