REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dengan lincah, M. Irsyadul Anam (13 tahun), menggiring bola di atas bentangan rumput hijau lapangan Sudirman, Komplek Detasemen Polisi Militer Divisi Infanteri 1 Kostrad, Ciluar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Rabu sore pekan lalu.
Dalam sebuah gim pascalatihan, Anam, begitu dia kerap disapa, sukses melewati adangan beberapa rekan sejawat yang mencoba menghalangi pergerakannya. Namun, sungguh sayang, sepakan kaki kirinya meleset di sisi kanan gawang lawan.
Terlepas dari tendangan yang meleset, di antara teman-teman sebaya, kemampuan Anam, bocah asal Pati (Jawa Tengah), memang di atas rata-rata. Selain dribbling bola nan mumpuni, visi bermain Anam pun menawan. Meski sebenarnya Anam bisa 'bermain sendiri', opsi itu tak diambil.
Sebelum berlatih, Anam yang lahir dari rahim seorang buruh pabrik gula di Pati, berbagi sedikit cerita dengan Republika Online yang menemuinya. "Saya hanya ingin membahagiakan orang tua," ujar Anam ketika ditanya alasannya berlatih jauh-jauh hingga ke Bogor. Anam meyakini, dengan menjadi pesepakbola profesional, taraf hidup dirinya dan keluarga akan meningkat.
Anam, hanya satu potret dari sekitar 450 siswa yang tengah menimba ilmu di Sekolah Sepak Bola Kabomania, Bogor. SSB Kabomania didirikan sejak enam tahun silam. Tak terhitung prestasi di kancah lokal maupun internasional yang telah dibukukan semisal menjadi jawara Liga Kompas Gramedia U-14 2012 hingga menembus semifinal Gothia Cup di Swedia pada tahun yang sama.
Namun, jangan bayangkan jika prestasi gemilang SSB Kabomania, ditopang beragam fasilitas kelas satu. Fakta yang Republika Online temukan di lapangan maupun saat berbincang Kepala SSB Kabomania Subur Hadi, Pembina SSB Kabomania Budi Hariadji serta pelatih kelompok usia U-14 Indriyanto Nugroho di sekretariat SSB, benar-benar mengejutkan. "Semua lewat swadaya," ujar Subur saat ditanya perihal operasional sekolah sehari-hari.
Menurut Subur, setiap siswa dikenakan iuran sebesar Rp 50 ribu per bulan. Dana digunakan untuk membiayai keperluan sehari-hari sekolah semisal membayar gaji para pelatih. Bagaimana jika terjadi lonjakan kebutuhan anggaran sehingga nominal iuran secara kolektif tidak mencukupi? "Kami nombokin," kata Subur.
Meski telah berprestasi hingga mengharumkan nama Bogor, Subur menyebut belum ada bantuan dari pemerintah daerah setempat. Hingga sekarang, segalanya dikerjakan secara mandiri oleh seluruh komponen SSB. Penjajakan dengan sejumlah perusahaan untuk sponsorship sedang dijajaki sebagai upaya menyiasati keterbatasan anggaran.
Satu aspek yang menarik dari SSB Kabomania adalah penggunaan lapangan Sudirman yang berada di Komplek Detasemen Polisi Militer Divisi Infanteri 1 Kostrad. Berdasarkan informasi, peminjaman lapangan diperoleh seturut kerja sama antara kedua pihak. Komandan Detasemen Polisi Militer Divisi Infanteri 1 Kostrad yang juga menjabat sebagai pembina kehormatan SSB Kabomania, Mayor CPM Tri Handaka, membenarkan hal tersebut.
"Sudah lama kerja sama. Kebetulan, kami memiliki fasilitas berupa lapangan. Harapannya, bisa ikut serta memajukan persepakbolaan di Bogor," ujar Tri.
Menurut Tri, langkah tersebut juga sejalan dengan instruksi pimpinan TNI Angkatan Darat. Pimpinan memerintahkan agar satuan-satuan di setiap institusi yang berada di daerah kudu turut serta berkontribusi memajukan prestasi daerahnya bertugas di berbagai bidang, tidak hanya sepakbola.
Pembina SSB Kabomania Budi Hariadji menambahkan, meski dilingkupi beragam keterbatasan, ia beserta para pembina maupun orang tua siswa, bertekad untuk terus menjalankan roda SSB. Menurut Budi, ikhtiar untuk menghasilkan bibit-bibit pesepakbola papan atas nasional maupun internasional tidak akan berhenti. "Karena pemain bintang gak mungkin jatuh dari langit," ujar Budi.
Lebih lanjut, Indriyanto menilai, pembinaan pesepakbola usia muda diikuti kompetisi rutin, merupakan jawaban untuk menghasilkan pemain-pemain tangguh. Ujung-ujungnya, tim nasional berkualitas bisa terbentuk.
"Potensi Indonesia luar biasa banyak. Tinggal bagaimana mengoptimalkan. Dibutuhkan kompetisi rutin karena untuk pesepakbola yang berusia di bawah 16 tahun, memerlukan 30-36 laga sepanjang tahun. Jabotabek beruntung karena kompetisi lebih banyak ketimbang daerah. Padahal kita tahu, banyak talenta berbakat misalnya di Indonesia Timur," kata Indriyanto.