REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Jenazah korban Air Asia QZ 8501 yang ditemukan belakangan kondisinya sudah tak lagi baik. Hal tersebut menjadi kesulitan tersendiri bagi tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur untuk mengidentifikasi identitas jenazah.
Meski begitu, identifikasi korban bukan berarti hal yang mustahil dilakukan. Berbagai metode digunakan agar menghasilkan identifikasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Salah satunya melalui teknik forensik superimposisi.
Ketua tim DVI Polda Jatim, Kombes dr Budiyono menjelaskan, superimposisi merupakan teknik identifikasi forensik dengan cara mencocokan gambar tengkorak. "Jadi, dua gambar tengkorak dicocokan menggunakan komputer," kata Budiyono di Crisis Center Polda Jatim, Selasa (20/1).
Teknik superimposi sendiri, menurut Budi merupakan metode sekunder. Metode primer yang digunakan untuk mengidentifikasi jenazah rusak adalah pencocokan gigi dan DNA.
Dikutip dari wikipedia.com, dalam teknik superimposisi, sebagai data postmortem (pascameninggal), tengkorak dipindai menggunakan sinar-x untuk mendapatkan citra tiga dimensi. Setelah itu, citra dicocokan dengan gambar antemortem (sebelum meninggal), yang dapat diolah dari foto korban semasa hidupnya.
Hari ini, tim DVI Polda Jatim berhasil mengidentifikasi satu jenazah menggunakan metode primer pencocokan DNA, serta metode sekunder, salah satunya superimposisi. Jenazah berlabel B045 teridentifikasi atas nama Andreas Wijaya, laki-laki 32 tahun asal Surabaya.
Hingga hari ke-24, tim DVI Polda Jatim telah menerima 53 jenazah. Dari jumlah tersebut, 45 telah teridentifikasi dan hanya satu yang masih disemayamkan atas permintaan keluarga.