REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya menyatakan penarikan Duta Besar Brasil dan Belanda merupakan hak kedua negara tersebut. Akan tetapi, Tantowi berharap hal tersebut hanya reaksi sesaat.
"Saya berharap sikap kedua negara tersebut merupakan reaksi sesaat," jelas Tantowi, Selasa (20/1).
Penarikan Duta Besar karena ketidaksetujuan mereka terhadap eksekusi hukuman mati atas warganya terkait kasus pengedaran narkoba merupakan hak kedua negara. Ia juga melihat usaha sungguh-sunguh yang dilakukan oleh Presiden Dilma Rousseff dan Raja Willem Alexander merupakan bentuk upaya keduanya dalam melindungi warga negaranya masing-masing.
"Saya menilai hal tersebut merupakan hal yang wajar," lanjutnya.
Akan tetapi, Tantowi mengimbau agar kedua kepala negara tersebut juga menghargai keputusan pemerintah Indonesia. Ia menjelaskan pelaksanaan hukuman mati tersebut merupakan bentuk penegakkan hukum yang berlangsung di Indonesia. Pasalnya, dampak dari pengedaran narkoba di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Tantowi menyatakan sedikitnya ada 40 orang meninggal akibat narkoba setiap harinya.
Ditambahkan pula, pelaksanaan hukuman mati bagi pengedar narkoba tidak hanya terjadi di Indonesia. Sejumlah negara-negara di dunia juga menerapkan hukuman tersebut bagi pengedar narkoba. Di antara negara-negara tersebut ialah Cina, Singapura, Vietnam, Malaysia dan sejumlah negara lainnya.
Karena itu, Tantowi berharap pernyataan kedua negara untuk menarik Duta Besarnya dari Indonesia merupakan reaksi sesaat saja. Akan tetapi, jika penarikan ini nantinya memengaruhi hubungan Indonesia dengan kedua negara tersebut, maka ia menyatakan pemerintah perlu mengambil tindakan.
Dalam hal ini, pemerintahan Jokowi harus dapat mengintensifkan komunikasi dengan kedua negara tersebut. Komunikasi ini bertujuan untuk memberi penjelasan bahwa hukuman mati merupakan bagian dari penegakkan hukum.