REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 sekitar 5,2 - 5,5 persen, dengan asumsi stimulus fiskal dari penghematan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) akan efektif.
"Kebijakan pemerintahan Jokowi untuk menaikkan harga BBM dan mengalokasikan subsidinya ke bidang-bidang yang produktif merupakan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan saran Kadin selama ini," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto dalam konferensi pers tentang "Catatan Awal Tahun 2015 Kadin Indonesia" di Jakarta, Kamis (22/1).
Dari sisi inflasi, katanya, dampak kenaikan harga BBM bersubsidi hanya akan terasa beberapa bulan saja, setelah itu tingkat inflasi akan kembali ke jalur normal sekitar 5,0 - 7,0 persen.
Selain itu, Kadin juga memprediksi nilai tukar rupiah pada 2015 akan berada pada kisaran Rp12.000 - Rp12.800 per dolar AS.
"Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah AS untuk mengakhiri 'quantitative easing' (QE) serta suku bunga rendah di Amerika yang selama empat tahun ini cukup dinikmati Indonesia," tuturnya.
Defisit neraca berjalan diprediksi belum bisa teratasi karena defisit neraca migas dan neraca jasa dengan banyaknya devisa negara yang digunakan untuk membiayai jasa kesehatan, pelayaran, dan asuransi ke luar negeri.
"Defisit juga terjadi pada neraca perdagangan produk-produk industri sehingga pemerintah Jokowi-JK harus membuat kebijakan penguatan industri melalui perbaikan 'supply side' dengan memperkuat industri hulu dan hilirisasi sumber daya alam," tuturnya.
Suryo mengatakan hilirisasi komoditi pertambangan dan perkebunan seperti sawit, karet, dan kakao harus didorong secara optimal mengingat kondisi dan potensi geografi Indonesia sangat mendukung.
"Secara keseluruhan ekonomi Indonesia ke depan relatif stabil walaupun belum bebas dari risiko terjadinya ketidakstabilan ekonomi," katanya.