REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Masyarakat dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Bali meminta pemerintah provinsi (pemprov) untuk merevisi Pasal 37 dalam Peraturan Daerah No. 1/ 2011 mengenai Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Pasalnya, PBBKB di Bali yang tinggi membuat harga bahan bakar minyak (BBM) di Pulau Dewata menjadi termahal di Indonesia.
"Kami menunggu pemprov melakukan revisi PBBKB ini. Jika tidak, harga BBM di Bali tetap saja mahal," kata Ketua Organda Bali, Eddy Dharma Putra di Denpasar.
Pemerintah pusat telah menurunkan harga BBM sebanyak dua kali. Pada kali pertama, harga BBM secara nasional turun dari Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 per liter. Saat itu, harga yang berlaku di Bali adalah Rp 7.950 per liter. Pada kali kedua, pemerintah pusat kembali menurunkan harga BBM dari Rp 7.600 menjadi Rp 6.600 per liter. Harga BBM di Bali yang berlaku saat ini adalah Rp 7.000 per liter.
BBM di Bali terbilang mahal sebab PBBKB di Bali berlaku 10 persen dan ini merupakan wewenang pemerintah daerah. Akumulasi harga BBM di Bali juga mempertimbangkan harga dasar, margin usaha, serta pajak pertambahan nilai (PPN).
Menurut Eddy, meskipun pemerintah telah menurunkan harga BBM dua kali, Organda Bali masih belum bisa melakukan evaluasi tarif angkutan karena masih tingginya harga BBM di Bali. Selisih Rp 400 per liter antara Rp 6.600 dengan Rp 7.000 itu dinilainya masih tergolong tinggi dibandingkan daya beli masyarakat Bali.