REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyatakan polemik yang terjadi antara instansi Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdampak besar pada aspek psikologi sosial dalam masyarakat.
"Dampaknya sangat besar bisa memunculkan psikologi sosial dalam masyarakat sehingga akan banyak gerakan-gerakan baru atau kelompok baru yang bisa menjadi bentuk perlawanan terhadap penegak keadilan di negara ini," ujar Emrus Sihombing ketika ditemui Antara di Jakarta, Sabtu (24/1).
Menurutnya, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Polri-KPK mempunyai beberapa kesalahan dalam menerapkan tugasnya. "Kesalahannya ada pada momentumnya, sangat kontroversial," ujarnya.
Dia berpendapat, pada saat melaksanakan tugas dan proses hukum, Polri dan KPK tidaklah salah. Namun, pemilihan waktu dalam menangkap tersangka, perlu lebih dicermati lagi agar tidak menimbulkan permasalahan.
"Akan banyak spekulasi opini publik yang berkembang dalam masyarakat, karena momentumnya terkesan disengaja untuk membuat suasana lebih rumit," tuturnya.
Emrus mencontohkan, KPK mengumumkan status tersangka Komjen Budi Gunawan ketika sedang proses persetujuan oleh DPR menjadi calon Kapolri, kemudian Bareskrim Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ketika KPK sedang diserang isu lobi politik.
"Sama-sama penegak keadilan di Indonesia, tapi malah terkesan sama-sama saling melemahkan, ini tidak baik bagi kepercayaan masyarakat," tuturnya.
Ke depannya, sebaiknya perlu diperhatikan waktu yang tepat untuk melakukan eksekusi agar tidak memunculkan masalah yang lebih besar dibelakangnya.