Sabtu 24 Jan 2015 21:47 WIB
Penangkapan Bambang Widjojanto

Perbedaan Cicak Vs Buaya Jokowi dan SBY

Rep: c07/ Red: Mansyur Faqih
 Seorang pegiat anti korupsi mengenakan topeng Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto saat puluhan aktivis menggelar aksi di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (24/1). (Antara/Akbar Nugroho Gumay)
Seorang pegiat anti korupsi mengenakan topeng Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto saat puluhan aktivis menggelar aksi di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (24/1). (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan terhadap Bambang Widjajanto oleh Bareskrim Mabes Polri semakin memperkeruh hubungan dua dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Khususnya setelah sebelumnya KPK menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus grtifikasi uang setelah ia dicalonkan menjadi kapolri oleh Presiden Joko Widodo. 

Drama politik ini kembali mengingatkan kita kepada polemik buaya versus cicak. Pengamat hukum Universitas Indonesia, Chaudry Sitompul membandingkan pemerintah Joko Widodo dan SBY. Menurutnya perseteruan yang terjadi pada masa pemerintahan Jokowi lebih kompleks.

"Kalau dulu di pemerintahan SBY tidak ada kepentingan, kalau sekarang ada kepentingan," ujar Chaudry di Jakarta Pusat, Sabtu (24/1).

Karena, kata dia, SBY memiliki kekuasaan politik di partai, sedangkan Jokowi tidak. Sehingga secara politis akan jauh lebih kompleks dan harus diperhitungkan. "Permasalahan Jokowi lebih jelas," kata dia.

Sebelumnya, istilah cicak versus buaya mulai dikenal saat KPK menetapkan mantan kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji sebagai tersangka pada 2010. Kemudian, Susno divonis 3,5 tahun penjara.

Pria berbintang dua tersebut terbukti menerima suap senilai Rp 500 juta dalam kasus pengalihan berkas PT Salmah Arowana Lestari (SAL) ke Bareskrim Polri. Susno juga terbukti korupsi dana pengamanan Pilkada Jabar senilai Rp 8 miliar.

Tak terima, Susno melontarkan pernyataan soal cicak (KPK) yang ingin melawan buaya (Polri). Sejak saat itu, istilah tersebut menjadi bahan perbincangan publik.

Tak berhenti, persetuan berlanjut ketika Polri menetapkan dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto sebagai tersangka. Keduanya disangka menerima duit dari adik tersangka kasus Sistem Korupsi Radio Terpadu (SKRT) Anggoro Widjojo, Anggodo Widjojo.

Pada perseteruan jilid dua, KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka kasus simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) pada tahun 2012.

KPK mengungkapan adanya kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah dalam proyek pengadaan tahun anggaran 2011 tersebut. Tak berselang lama, Polri memutuskan untuk mencabut sejumlah penyidiknya yang tengah diperbantukan ke KPK.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement