REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota Surabaya berhasil memulangkan seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari Kuala Lumpur, Malaysia. Anies Deka Sany, nama TKW itu, merupakan warga Kelurahan Sidotopo, Kecamatan Kenjeran, Surabaya kabur dari pabrik tempat ia bekerja dan terlantar hampir setahun di negeri jiran.
Dengan terbata, Anies bercerita, ia mendapat informasi pekerjaan dari pihak sekolahnya menjelang kelulusannya dua tahun lalu dari SMA 8 Surabaya. Saat itu, dia tidak berangkat sendiri, melainkan bersama sejumlah teman-temannya.
Beberapa saat bekerja di perusahaan aksesoris ponsel, sebagian teman-teman Anies keluar dan memilih bekerja di tempat lain, meskipun tanpa paspor.
Di perusahaan itu, Anies mendapat gaji 1.100 Ringgit per bulan, atau sekitar 3,8 juta. Setelah setahun bekerja, perempuan 20 tahun itu mengaku tidak betah karena hak cuti dan hak-hak pekerja lainnya tidak diberikan sebagaimana mestinya.
Anies kemudian melarikan diri dari perusahaan. Namun, pasport dan visanya tetap ditahan oleh perusahaan karena dianggap melanggar kontrak kerja. Situasi yang dihadapi perempuan itu semakin pelik setelah ia menikah di sana dan memiliki seorang anak, Arief Amir yang berumur 6 bulan.
Berita terlantarnya Anies sampai di telinga Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Risma langsung memerintahkan Kepala Dinas Sosial Surabaya untuk memulangkan yang Anies. Bersama bayi mungilnya, Anies tiba di Surabaya pada Senin (26/1) siang.
Risma menyarankan Anies untuk tinggal dan mencari pekerjaan di kampung halamannya di Surabaya. “Sudah, mendingan enggak usah kerja-kerja di luar negeri. Kalau tau kondisinya seperti itu, lebih baik kerja di sini (Surabaya) saja,” kata Risma.
Proses pemulangan Anies memakan waktu lebih kurang satu pekan sejak Dinas Sosial Surabaya menangani masalah tersebut. Kendati demikian, menurut Risma, Anies hanya satu dari sekian banyak warga Surabaya yang mempunyai problem ketenagakerjaan di Malaysia. Oleh karenanya, Risma berjanji akan mencoba menelusuri kejelasan warganya yang mengais rejeki di negeri orang.
Risma menegaskan, sejak dulu tidak sepakat dengan konsep pengiriman TKI ke luar negeri tanpa adanya bekal keterampilan. Sebab, tanpa kemampuan, dikhawatirkan akan membawa situasi kurang menguntungkan bagi pekerja.