REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rekan satu tim pengacara Bambang Widjojanto saat menangani kasus sengketa pilkada Kota Waringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 turut memberikan pengakuannya dalam menanggapi kasus yang menjerat Bambang di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Salah satu tim pengacara bernama Hermawanto di kantor Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta, Senin (26/1), mengatakan ia bersama dengan Iskandar Sonhadji dan Bambang Widjojanto yang menjadi tim kuasa hukum Ujang Iskandar tidak menyuruh orang untuk memberikan keterangan palsu di pengadilan.
"Tidak ada satupun dari Hermawanto, Iskandar, atau Bambang Widjojanto melakukan rekayasa keterangan saksi pada sengketa pilkada Kota Waringin Barat di MK," kata Hermawanto.
Ia juga meyakini Bambang Widjojanto tidak mungkin melakukan tindak pidana seperti yang disangkakan Bareskrim Polri.
"Saya yakin Bambang Widjojanto tidak melakukan tindak pidana," jelas dia.
Menurut dia, dirinya bersama Bambang dan Iskandar hanya melakukan briefing pada 68 orang yang menjadi saksi sebelum bersaksi di muka persidangan di MK.
"Kami hanya memberikan pengetahuan tentang tata cara, etika persidangan, dan sebagainya kepada para saksi sebelum sidang," kata dia.
Hermawanto mengatakan tim kuasa hukum hanya mengingatkan kepada saksi agar berkata sebenar-benarnya karena akan bersaksi di bawah sumpah. Ia mengatakan, apa yang dilakukan timnya saat memberikan arahan pada para saksi merupakan kewajiban yang harus dilakukan seorang pengacara. Hermawanto juga mengaku sudah tidak berkomunikasi apapun dengan para saksi.
"Hingga saat ini kami sudah tidak berkomunikasi dengan para saksi," kata dia.
Hermawanto berpendapat apabila apa yang dilakukan oleh Bambang Widjojanto dalam menangani kasus sengketa pilkada di MK dapat dipidana maka dirinya bersama dengan satu rekan kuasa hukum lain bernama Iskandar Sonhadji juga bisa dipidanakan.
Hermawanto bersama Iskandar Sonhadji dan Bambang Widjojanto adalah tim kuasa hukum dari Ujang Iskandar, Bupati Kotawaringin Barat, yang pernah melawan Sugianto Sabran pada perkara sengketa pilkada di MK pada 2010.