Rabu 28 Jan 2015 15:04 WIB

‘Emas’ Tekan Angka Kematian Ibu dan Bayi

Rep: mj01/ Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Rabu siang (28/1) pukul 10.30 WIB, Martinah datang bersama suaminya ke ruangan bersalin di Puskesmas Cinunuk. Perempuan berusia 17 tahun itu kini tengah hamil anak pertamanya. “Sudah lima bulan, teh,” ujar Martinah sembari mengelus perutnya yang mulai membesar.

Bagi Martinah, bila nanti akan melahirkan, ia lebih percaya ditangani oleh bidan. Namun, jika fasilitas tak memadai, Martinah akan menerima di mana pun tempat yang akan menjadi rujukan dari puskesmas.

Tak dipungkiri, tingkat kematian ibu dan bayi di Provinis Jabar, saat ini, masih cukup tinggi. Untuk itu, USAID dan Dinas Keshatan Jabar membentuk program Expanding Maternal Neonatal Survival (Emas). Program yang sudah diluncurkan sejak 2011 dan targetnya hingga 2016 ini, diharapkan bisa menurunkan tingkat angka kematian ibu dan bayi baru melahirkan.

Pelaksanaan program ini memang menggunakan sistem online. Para bidan di puskesmas bisa mengakses laman web Emas untuk mengetahui di mana rumah sakit yang masih bisa menampung pasien melahirkan.

Dewi Siti Sodja misalnya. Bidan di Puskesmas Cinunuk ini sudah mulai menerapkan program Emas dari 2014. Dia mengatakan, Emas ini dirasa lebih efektif karena bidan di puskesmas bisa mengetahui di mana saja rumah sakit yang masih kosong. Sehingga pasien bisa dirujuk ke rumah sakit tersebut.

Namun, diakuinya, masih terdapat kendala-kendala dalam pelaksaan program ini. Kala ditemui di ruang praktiknya, perempuan berusia 35 tahun ini menceritakan beberapa hal yang menghambat jalannya program tersebut.

“Rujukan kami sering ditolak oleh rumah sakit terkait,” ucap Dewi. Alasannya karena ruangannya sudah penuh. Maka, Dewi pun menghubungi rumah sakit lain.

Namun, sampai delapan kali upayanya menelepon, tapi tak juga diangkat-angkat pihak rumah sakit. Padahal, kondisi sang ibu sudah kritis. Akibatnya, Dewi dan pihak puskesmas pun langsung membawa pasien ke rumah sakit terdekat.

Namun, ternyata di sana masih juga terdapat masalah. “Kadang kami dimarahi oleh pihak rumah sakit karena tidak mengabari dulu,” tutur Dewi. Hal tersebut, kata Dewi, sangat mengganggu kenyamanan pasien. Terlebih bagi pasien kurang mampu yang menggunakan BPJS.

Hal tersebut terpaksa dilakukan oleh Dewi karena tim medis berpacu dengan waktu. “Satu teres darah saja itu sangat berharga,” ungkap Dewi.

Selain Kabupaten Bandung, wilayah Kota Bandung pun sudah mengaplikasikan program tersebut. Ganewati, bidan di Puskesmas Citarik, Kota Bandung mengatakan, bila puskesmas tidak bisa menangani pasien, maka langsung dirujuk dan diantarkan ke RS Imanuel atau Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung.

Belum merata

Provincial Tim Leader EMAS Djoko Soetikno memaparkan terdapat delapan kabupaten dan kota di Jawa Barat yang akan diterapkan program EMAS. Di antaranya, Kabupaten Garut, Sumedang,  Subang, Purwakarta, Cianjur, Kota Bandung,  Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat.

Namun, ternyata tidak semua kabupaten tersebut mendapatkan sosialisasi Emas, seperti di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Ade Solihah, salah satu bidan di RSUD Lembang mengatakan, belum mengetahui sistem online program Emas tersebut. “Jadi, kami kalau mau merujuk pasien, ya disesuaikan dengan keinginan pasien,” ucap Ade.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Alma Lucyati mengatakan, memang tidak semua wilayah bisa disentuh oleh program ini. Menurut Alma, tidak semua kecamatan di satu kabupaten itu diaplikasikan program Emas.

Hal tersebut dilakukan karena menurut Alma, untuk sekarang ,tidak semua kabupaten di Jabar bisa terjangkau. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan tim Emas-USAID membuat prioritas wilayah sesuai keputusan bersama. “Kemudian, setelah itu baru kami replikasikan ke seluruh wilayah Jabar,” ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement