REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Secara sederhana, transfer window atau jendela transfer merupakan istilah yang menggambarkan periode perpindahan pemain dari satu klub ke klub lain. Bisa antarnegara maupun internegara. Semua bergantung kepada hukum ekonomi, supply and demand (penawaran dan permintaan) di pasar jual beli pemain.
Berdasarkan peraturan FIFA, umumnya terdapat dua jendela transfer. Otoritas tertinggi sepak bola dunia itu membagi ke dalam dua kategori waktu yaitu panjang (maksimal 12 minggu) dan pendek (maksimum sebulan). Namun, penerapan di tiap-tiap negara berbeda.
Semisal Inggris. Asosiasi sepakbola negeri Big Ben yaitu FA membagi jendela transfer menjadi dua yaitu jendela pramusim 9 Juni-1 September dan jendela tengah musim 1-31 Januari.
Berhubung musim kompetisi 2014/2015 tengah memasuki Januari 2015, maka tulisan ini mencoba mengupas jalannya jendela transfer tengah musim.
Bagi sebagian besar kalangan, jendela transfer musim dingin, memang dingin, tak sehangat musim panas. Dalam konteks ini, hingar-bingar perpindahan pemain memang tidak seramai musim panas. Ambil contoh, dari sisi banderol pemain, tercatat 25 transfer termahal sepanjang sejarah sepak bola dunia, terjadi pada jendela transfer pramusim.
Hanya dua perpindahan jendela transfer tengah musim yang masuk ke dalam daftar yaitu Fernando Torres (Liverpool ke Chelsea, Januari 2011) dengan nilai transfer 75 juta dolar AS serta Juan Mata (Chelsea ke Manchester United, Januari 2014) dengan mahar 58 juta dolar AS.
Terdapat sejumlah alasan yang membuat jendela transfer musim dingin sepi. Salah satu alasan utama adalah pemain-pemain yang menjadi bidikan, enggan untuk pindah lantaran sejumlah alasan.
Misalnya, kekhawatiran tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan maupun kompetisi yang baru. Kepindahan Mata, ambil contoh, terjadi karena si pemain, gagal mendapat kepercayaan dari manajer Chelsea Jose Mourinho. Pindah ke United terbukti langkah jitu mengingat Mata dipercaya David Moyes maupun Ryan Giggs (caretaker) sebagai pemain utama.
Selain itu, klub-klub senantiasa enggan kehilangan pemain andalan, kecuali dibanderol setinggi langit. Sebab, jika kehilangan sang pemain, klub itu kudu segera mencari pengganti yang sepadan. Dan untuk mendapatkan suksesor sekelas, tidaklah mudah.
Bukan hanya karena keengganan pemain. Agen pun terkadang membuat situasi bertambah rumit. Sudah bukan rahasia, agen pun ingin memperoleh keuntungan dari pemain 'binaannya'.
Nah, memasuki Januari 2015, denyut transfer musim dingin terasa menurun. Hanya kepindahan Wilfried Bony (Swansea City ke Manchester City) yang menyita perhatian. Nilai transfernya mencapai 28 juta pound. Sementara kepindahan lainnya hanya bersifat pinjam-meminjam seperti Yaya Sanogo (Arsenal ke Crystal Palace) maupun Lukas Podolski (Arsenal ke Inter Milan).
Sebuah artikel yang ditulis kolumnis Yahoo Sport, Leander Schaerlaeckens, mencoba memberikan sejumlah alasan dibalik lesunya perpindahan pemain di jendela transfer tengah musim. Faktor utama tentulah kondisi perekonomian negara-negara Eropa yang jauh dari mumpuni. Kondisi perekonomian suatu negara, di dalam suasana global, tentu memengaruhi perekonomian negara lain, tak terkecuali Inggris.
Faktor berikut adalah aturan Financial Fair Play (FFP) yang diberlakukan UEFA. Sebagai informasi, FFP bertujuan baik yaitu menghindarkan kerusakan keuangan pada klub-klub Eropa. Jika kondisi keuangan negatif, maka klub kehilangan kesempatan untuk bertarung pada kompetisi Eropa semusim berselang.
Imbas dari FFP jelas. Klub-klub jadi lebih berhati-hati membelanjakan uangnya. Kedua faktor ini yang membuat suasana jendela transfer tengah musim berjalan lambat.
Namun, seperti biasa, pada detik-detik akhir, jendela transfer akan riuh. Drama demi drama biasanya akan tercipta.