REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pelantikan Komjen Budi Gunawan setelah ia ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus penerimaan gratifikasi. Direktur Riset Akbar Tandjung Institute, Muhammad Alfan Alfian menilai, Jokowi pun kini tengah dilema menghadapi dua pilihan terkait persoalan ini.
Menurutnya, keputusan Jokowi untuk melantik atau membatalkan pelantikan Budi Gunawan memiliki kerugian dan keuntungan tersendiri. Jokowi pun tengah dihadapkan pada posisinya apakah akan lebih berpihak pada elite politik atau pada publik.
Ia mengatakan, jika Jokowi menuruti keinginan para elite politik, maka Jokowi pun akan melantik Budi Gunawan.
"Ini kan persoalannya apakah Jokowi itu berpikir bahwa ini diselesaikan dalam perspektif logika elit atau logika publik," katanya dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Ahad (1/2).
Kalau berpikir dalam konteks logika elite politik, maka Jokowi akan melantik BG. Tetapi kalau berpikir dalam logika berpikir publik, maka Jokowi tidak akan melantik pak BG.
Alfan menjelaskan, jika Presiden Jokowi melantik BG, maka partai penguasa akan merasa puas dengan langkah Jokowi. Namun, sebaliknya, Jokowi pun akan berhadapan dengan publik yang mendesak agar tidak melantik BG yang tersandung masalah hukum tersebut. Selain itu, popularitas Jokowi pun disebut akan anjlok jika ia melantik BG.
Namun, katanya, Jokowi juga dapat menghentikan BG setelah dilantik.
"Seandainya Jokowi lantik BG, maka tentu saja semua pihak terutama partai penguasa itu tidak kecewa dengan Jokowi. Tinggal kemudian Jokowi berhadapan dengan publik, sehingga kepemimpinan Jokowi itu akan diuji sejauh mana ia sebagai seorang pemimpin populis, kharismatik yang ternyata juga bisa do wrong. Tetapi kemudian bisa saja Jokowi melakukan langkah selanjutnya, yakni memberhentikan BG sehingga pemimpin kharismatik populis itu bisa berbuat salah tetapi bisa mengevaluasinya," jelasnya.