REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa kalangan menyebut larangan menjual minuman beralkohol di minimarket dan pengecer akan membuat rugi pengusaha dan sektor pariwisata. Fahira Idris, ketua Gerakan Nasional Anti Miras (Genam), menepisnya.
Menurut survei yang ia lakukan satu tahun silam, penjualan minuman keras di minimarket tidaklah signifikan. “itu pengusahanya yang bilang sendiri ke saya, artinya kalau sekarang mereka merugi minimarket yang ada di Indonesia ini berkedok, menjual minuman beralkohol baru yang lain-lainnya,” jelas perempuan yang juga anggota DPD DKI itu tanpa merujuk siapa pengusaha yang ia maksud.
Sektor lain yang juga disebut-sebut akan merugi dengan aturan ini adalah pariwisata. Pelarangan minuman beralkohol tipe A di minimarket ditengarai akan mengurangi jumlah kunjungan turis ke Indonesia, terutama ke daerah-daerah pariwisata. Fahira menyanggah pendapat itu.
“Orang datang ke daerah bukan karena birnya. Orang ke Indonesia karena batiknya, ingin melihat Sumatera, Sulawesi, Papua, bukan karena bir, kalau mau bir mereka bisa beli di hotel” kata aktivis yang juga pengusaha ini (1/2).
16 Januari lalu Menteri Perdagangan (Mendag) Rahmat Gobel mengeluarkan Peraturan Menteri Perdangan (Permendag) no. 6/2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol. Aturan tersebut melarang penjualan alkohol di minimarket dan pengecer.
Meski diterbitkan awal tahun, namun pelarangan tersebut baru efektif berlaku tiga bulan setelahnya yaitu 16 April 2015.
“Jadi kalau ada gubernur yang ngeyel mau melegalkan miras, ya harus patuh saja (pada permendag itu),” tukasnya menerangkan.