REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait larangan penggunaan alat tangkap jenis trawl dan pukat tarik dinilai terlalu memberatkan nelayan tradisional. Aturan ini dinilai terlalu mendadak sehingga banyak nelayan di pesisir yang belum siap untuk menjalankan aturan ini.
Untuk itu, Menteri Susi Pudjiastuti memutuskan untuk membuat masa transisi bagi nelayan untuk menjalankan aturan baru yang tertuang dalam Permen nomor 2 tahun 2015 ini. "Masa transisi 2-3 bulan. Tetapi mereka hanya bisa beroperasi di 12 mil di perairan masing-masing jadi akan terjaga," ujar Susi kepada awak media, Senin (2/2).
Di samping itu Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik dalam dialognya dengan Menteri Susi juga menyatakan bahwa masa transisi dibutuhkan untuk menyelesaikan perdebatan teknis yang ada selama ini. Seperti diketahui, perdebatan tentang alat tangkap cantrang masih santer diperbincangkan.
Sebagian nelayan tradisional Indonesia masih menggunakan cantrang untuk menangkap ikan, di saat jenis alat ini juga dilarang penggunaannya. "Fase transisi, kami berharap agar kita bisa bersama sama duduk bersama membicarakan bagaimana sesungguhnya kesepakatan kita tentang alat tangkap yang baik," ujarnya.
Dengan demikian, maka dimungkinkan dalam kurun waktu 2 hingga 3 bulan mendatang nelayan masih diperbolehkan menggunakan cantrang. Namun, kurun waktu tersebut nelayan juga harus segera bertahap berganti dengan alat tangkap jenis lainnya seperti bumbu, gilnet, handling, dan pole line. "Setelah transisi aturan secara ketat diberlakukan," ujar Susi.