REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG—Terdakwa kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan PLTU Sumuradem di Kabupaten Indramayu, Irianto MS Syafiudin alias Yance menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) padanya salah kaprah, sangat tidak jelas, kabur dan membingungkan.
Hal tersebut, terungkap dalam sidang keberatan atas dakwaan jaksa (eksepsi) di Pengadilan Tipikor pada PN Kelas 1A Khusus Bandung, Senin (2/2).
"Kalau ranahnya administrasi domainnya PTUN. Bukan pengadilan negeri. Makanya, dakwaan jaksa keliru atau salah kaprah," kata kuasa hukum Yance, Ian Iskandar.
Menurutnya, pokok perkara dalam dakwaan jaksa penuntut terkait tata usaha negara, atau terkait pengadaan tanah di Sumuradem. Dakwaan jaksa, berdasarkan pada proses administrasi yang merupakan kewajiban pejabat dan kalau masalahnya terkait administrasi berarti itu ranahnya PTUN (pengadilan tata usaha negara) dan bukan pengadilan Tipikor.
Ian menilai, isi dakwaan jaksa menuduh dan menyangka jika kliennya memerintahkan panitia pelelangan, tapi dengan cara apa itu tidak diuraikan dalam dakwaan jaksa. Hal paling fatal, jaksa menyebutkan kliennya melakukan bersama-sama dengan Agung terdakwa yang sudah divonis.
"Beliau kenal pun tidak, bersama-sama pun tidak. Itu nanti akan kita buktikan di persidangan," katanya.
Penasehat hukum menyimpulkan proses perkara Yance terkesan dipaksakan. Wakil Ketua DPRD Jabar itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mark up harga tanah, namun dalam dakwaan tidak ada satu pun menyebutkan mengenai mark up tersebut.
‘’Keliru sekali, salah kaprah. Ini seharusnya ranah PTUN karena yang dipersoalkan administrasi bukan mark up," katanya.
Karena dakwaan jaksa terkesan dipaksakan, Ian menganggap Yance ditetapkan sebagai tersangka penuh dengan muatan politis. Yance, menurutnya, harus sudah bebas dari 2012. Lantaran M Ikhwan dan Dedi Haryadi yang dijerat dan dinyatakan bersama-sama melakukan dakwaan tadi sudah divonis bebas, bahkan hingga tingkat kasasi.