REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG-- Pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung Dr Rahmat Bowo menilai Presiden perlu memerintahkan KPK-Polri mempercepat proses hukum yang melibatkan petinggi kedua lembaga itu.
"Saya rasa percepatan proses hukum ini solusi dengan risiko paling kecil, ketimbang dua opsi yang ada, yakni membatalkan pelantikan, atau melantik dan langsung memberhentikan Kapolri," katanya di Semarang, Senin (2/2).
Ia menjelaskan keputusan apapun yang diambil Presiden untuk mengatasi kisruh Polri-KPK sama-sama berisiko dan pasti akan mengorbankan nilai moral, asas praduga tak bersalah, atau persamaan di hadapan hukum.
Apabila Presiden memutuskan tetap melantik sekaligus memberhentikan Kapolri, kata dia, akan mengorbankan nilai moral publik karena orang yang jelas-jelas tersangka tetap dilantik sebagai pejabat tinggi.
"Kedua, buat apa dilantik kalau hanya untuk diberhentikan? Apa DPR tidak merasa dipecundangi kalau begini? Betul secara prosedur, tetapi 'ngapain' juga?. Pilihan ini jelas sangat berisiko," tukasnya.
Jika keputusan membatalkan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri yang dipilih, kata pengajar Fakultas Hukum Unissula itu, asas praduga tak bersalah terhadap Komjen Budi Gunawan yang dikorbankan.
Menurut dia, Presiden sebenarnya memiliki hak untuk melantik atau tidak melantik Kapolri meski sudah disetujui DPR, tetapi DPR pasti akan mempertanyakan karena melanggar asas praduga tak bersalah.
"Opsi yang diambil Presiden, yakni menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri dan menunjuk pelaksana tugas (Plt) sudah tepat. Nilai moral dan azas praduga tak bersalah juga tidak dilanggar," katanya.