Selasa 03 Feb 2015 21:12 WIB

Bias Gender Ketenagakerjaan Perempuan di Indonesia Masih Tinggi

Rep: Ira Sasmita/ Red: Esthi Maharani
Kepala BKKBN Fasli Jalal.
Foto: Antara
Kepala BKKBN Fasli Jalal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Fasli Jalal mengatakan, bias gender dalam ketenagakerjaan perempuan di Indonesia masih tinggi. Ditandai masih dominannya diksriminasi dalam pengupahan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan, kesempatan karir, sistem perlindungan dan sistem perlindungan kesehatan.

Bias gender tersebut terjadi karena marginalisasi pemikiran ekonomi terhadap perempuan. Selain itu, lanjut Fasli, terjadi subordinasi pada salah satu jenis kelamin yang umumnya pada kaum perempuan. Dimana pekerjaan perempuan dianggap hanya mengandalkan keterampilan alami.

Dalam dunia kerja, menurut Fasli masih dominan strereotip terhadap jenis kelamin perempuan. Karena laki-laki dianggap pencari nafkah utama dalam keluarga, jenis pekerjaan perempuan lebih banyak pada pasar sekunder. Kondisi paling buruk, terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

"Sebanyak 90 persen dari 2.5 juta pekerja rumah tangga adalah perempuan. Tapi mereka berada dalam kondisi minim perlindungan hukum, upah rendah, tanpa jaminan sosial, dan mengalami kekerasan," kata Fasli dalam diskusi di Jakarta, Selasa (3/2).

Tak  hanya terjadi pada pekerja rumah tangga, kondisi yang sama dikatakan Fasli juga dialami buruh migran perempuan. Seperti pelanggaran hak-hak normatif dengan memberikan upah yang tidak sama. Kondisi kerja yang tidak sehat dan pengabaian hak-hak khusus perempuan seperti cuti melahirkan.

Fasli mengungkapkan, arah pembangunan untuk mengurangi bias gender dan diskriminasi pada ketenagakerjaan perempuan  dapat dilakukan melalui peningkatan pendidikan perempuan. Sebagai usaha pendewasaan usia perkawinan perempuan.

Selain itu, perlu dilakukan pemberian kesempatan yang sama baik untuk laki-laki dan perempuan untuk berkontribusi di berbagai bidang tanpa diskriminasi. Lalu menghapuskan kesenjangan tingkat upah antara perempuan dan laki-laki. Melalui peningkatan kesempatan pelatihan, magang dan pengalaman kerja. Serta mendorong perempuan untuk masuk pasar tenaga pada sektor formal.

"Perlu juga support system  bagi ibu dengan peran ganda dan memiliki balita karena beban ganda yang ditanggung ibu dapat mempengaruhi tingkat kesehatan mereka," kata Fasli.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement