Kamis 05 Feb 2015 06:48 WIB

Gaji PNS DKI Fantastis, Pengamat: Harusnya Uang Rakyat Kembali ke Rakyat

Aktivitas PNS DKI Jakarta
Foto: Antara
Aktivitas PNS DKI Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK--Pengamat Administrasi Publik dari Universitas Indonesia (UI) Roy Valian Salomo menilai, pemberian gaji bagi pegawai negeri sipil (PNS) DKI sebaiknya mempertimbangkan gaji rata-rata masyarakat.

"Sistem gaji yang bagus harus mempertimbangkan kinerja dan bisa untuk membuat hidup layak. Seharusnya uang rakyat dikembalikan kepada rakyat. Tapi, kok ini justru dinikmati oleh birokrat, bukan untuk kemakmuran rakyat," kata Roy, Rabu (4/2).

Ia menyetujui kalau PNS harus hidup layak dan cukup sehingga kinerja mereka bisa maksimal dalam memberikan pelayanan publik. Namun, yang harus juga diperhatikan adalah apakah pantas gaji yang mereka dapatkan jika melihat lingkungan sekitarnya.

"Pantas atau tidak PNS (DKI) dibayar dengan nilai fantastis, sementara masih banyak yang diperlukan untuk pembangunan menyejahterakan masyarakat," ujarnya.

Pertimbangan pemberian gaji, kata dia, harus memperhatikan standar gaji di sektor lain. Misalnya, ketika gaji karyawan swasta ataupun wilayah sekitar hanya Rp 25 juta lalu Pemprov DKI memberikan hingga Rp 40 juta bagi pegawainya.

"Ini kan perbandingan yang tidak layak. Harus dipertimbangkan pula gaji rata-rata masyarakat," katanya.

Yang juga menjadi perhatian dirinya adalah banyaknya belanja negara yang digunakan untuk gaji pegawai. Padahal, alokasi belanja pegawai diambil dari APBD. Dengan kata lain, uang itu berasal dari pajak yang dibayarkan rakyat.

Dia tidak menentang pemberian gaji layak bagi PNS. Prinsipnya, Roy setuju kalau PNS juga diberikan gaji yang layak. Apalagi, jika peningkatan gaji itu bertujuan mencegah korupsi di kalangan birokrat. Hanya saja, porsi untuk belanja pegawai jangan sampai lebih besar dari kepentingan rakyat.

Ia mngusulkan, pencairan gaji mereka sebaiknya dibagi dalam dua bagian. Sehingga tidak terlihat fantastis.

Pertama, gaji dengan standar yang memang seharusnya mereka dapatkan. Kedua, gaji yang didasari atas kinerja atau semacam tunjangan kinerja.

"Mencegah korupsi tidak hanya semata-mata dengan memberikan gaji besar. Korupsi bisa terjadi bukan hanya karena uang saja, tetapi karena pembuatan kebijakan yang salah," tutupnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement