Kamis 05 Feb 2015 13:34 WIB

Sejarawan LIPI: Kini Muhammadiyah dan NU Akrab

Rep: C14/ Red: Erik Purnama Putra
Sejarawan LIPI Taufik Abdullah (tengah).
Foto: Antara
Sejarawan LIPI Taufik Abdullah (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hubungan antara dua ormas Islam besar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), telah terjalin sepanjang sejarah Indonesia. Bahkan, keduanya memegang peran besar bagi kelahiran negara ini.

Menurut sejarawan terkemuka dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Taufik Abdullah, hubungan antara Muhammadiyah dan NU mengalami dinamika yang menggembirakan.

“Nah sekarang, NU dan Muhammadiyah akrab dan saling menghargai. Ini bagus. Bedanya, dulu kan NU sibuk dengan pesantren. Sekarang, NU sudah punya universitas. Dulu Muhammadiyah sibuk dengan sekolah-sekolah bergaya Barat. Sekarang sudah punya pesantren juga,” terang Taufik Abdullah kepada Republika di kantor LIPI, Jakarta, Rabu (4/2).

Taufik melanjutkan, kondisi akrab demikian berbeda halnya dengan hubungan antara Muhammadiyah dan NU pada era dahulu. Tepatnya, dimulai pada 1952, ketika kabinet yang memerintah saat itu, Kabinet Sukiman, memilih warga Muhammadiyah sebagai menteri agama RI.

Padahal, tutur Taufik, posisi tersebut lebih sering diperuntukkan bagi warga NU, sehingga muncul ketidaksetujuan akan penunjukkan menteri agama itu. Adapun baik Muhammadiyah maupun NU saat itu masih bersatu di bawah partai Masyumi.

“Akhirnya, NU keluar (dari Masyumi) dan membuat partai sendiri. Jadi dulu Muhammadiyah dan NU cenderung saling menghindar,” ujar Taufik.

Dia menegaskan, kini Muhammadiyah dan NU saling bekerja sama membangun kekuatan civil society umat Islam Indonesia. Dan, itu bagus bagi pembangunan Indonesia ke depan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement