REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandangan mata fokus melihat jalan dan tangan kanan tidak terlepas dari setir, sementara beberapa kali tangan kiri mengoper gigi.
Meski asyik mengendarai mobil, telinganya terus mendengarkan lantunan ayat Alquran yang diperdengarkan melalui pemutar musik. Sesekali mulutnya menirukan bacaan-bacaan tersebut.
Bagi orang yang sibuk bekerja, persoalan membaca dan menghafal Alquran bisa jadi rumit. Membagi waktu antara menunaikan keutamaan sebagai Muslim dan kewajiban dunia terkadang bisa jadi masalah tersendiri.
“Kalau benar-benar sibuk saya biasa mengakali waktu dengan mendengarkan murotal Alquran sembari menyetir mobil,” ujar Khalifah Ali, akhir pekan lalu.
Keseharian pemuda 29 tahun ini diisi dengan bekerja sebagai dosen Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia selalu yakin, menghafal Alquran akan menuai banyak keutamaan di dunia dan akhirat.
Membaca serta menghafal ayat-ayat suci mau tidak mau harus menyediakan waktu khusus. Hamzah Muhammad, konsultan pertambangan yang perusahaannya beralamat di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, misalnya. Baginya setelah ibadah shalat Subuh merupakan waktu yang paling ideal untuk itu.
Pada jam-jam tersebut ia merasa belum disibukkan oleh urusan dunia, “Mulai dari Subuh sampai selesai pukul 06.00.” Sesampainya di kantor, tidak berarti ia tidak menyempatkan waktu.
Umumnya bagi pekerja kantoran, pukul 12.00 sampai 13.00 siang adalah waktu untuk beristirahat. Sebagian ada yang menggunakannya untuk makan siang atau sekadar melepas penat setelah bekerja di belakang meja.