REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din syamsuddin mengatakan, semua pihak harus mengendalikan diri dalam menyikapi adanya permintaan agar Syiah dijadikan agama baru. Ia menjelaskan, konflik Sunni-Syiah dimulai pada saat Rasulullah wafat terkait siapa yang akan menggantikan rasulullah.
Apakah Abu Bakar Atau Ali Bin Abi Thalib. Lalu kemudian konflik ini berkembang menjadi teologis. Ia berpendapat, selama semuanya masih berada dalam lingkaran syahadat yakni meyakini Allah dan Muhammad Rasulullah sebagi Nabi terakhir maka mereka berada dalam wilayah akidah islamiyah. Walaupun sering terdapat perbedaan pendapat untuk hal-hal lainnya.
"Ini sungguh memperihatinkan ada pertentangan yang membawa perpecahan di tubuh umat Islam. Yang sebenarnya konflik sunni-syiah dimulai sudah berabad-abad lalu setelah nabi Muhammad wafat.Tentu kita berharap tidak terulang kembali. Kalau masing-masing pihak dapat mengendalikan diri," ujar Din Syamsuddin Kepada ROL, Jumat (6/2).
Menurutnya, untuk mendorong konflik ini agar tidak menjadi besar kembali maka diperlukan kearifan dan kebijaksanaan semua pihak. Hal ini sejalan dengan perubahan geo ekonomi politik Timur Tengah yang memiliki kecenderungan untuk mengadu domba umat Islam.