REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Pemerintah Kota Mataram meminta pemerintah pusat untuk mendengarkan masukan dari daerah. Hal itu terkait dengan wacana pemerintah pusat menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Saya kira tunggu hasil dulu. Ini juga kementerian perlu mendapatkan masukan dari daerah-daerah," ujar Walikota Mataram, Ahyar Abduh kepada Republika, Jumat (6/2).
Ia menuturkan jika wacana penghapusan direalisasikan maka hal itu akan menurunkan pendapatan asli daerah (PAD). Menurutnya, jika PBB dan NJOP dihapuskan maka harus ada kompensasi dari pusat kepada daerah sehingga tidak menghambat pembangunan.
"Tentu ada kompensasi untuk kita dan jangan sampai menghambat pembangunan," katanya.
Wakil Gubernur NTB, Muhammad Amin berharap agar pemerintah pusat terlebih dahulu melakukan kajian yang mendalam; apakah kebijakan itu nantinya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Saya kira harapan kita agar kebijakan melalui satu kajian," ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) berencana akan menghapus proses pengurusan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tak hanya itu Kementerian juga berencana menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
''Kementerian TRR/BPN akan mengurai satu per satu hambatan bidang pertanahan dan perumahan. Satu contoh yang sedang dibahas serius yakni rencana penghapusan NJOP, PBB, dan BPHTB),'' ujar Menteri ATR/Kepala BPN, Ferry Mursyidan Baldan, kepada Republika.
Rencana penghapusan ini, sebagai tahap awal hanya berlaku untuk tempat-tempat non komersial seperti rumah tinggal, rumah ibadah, dan rumah sakit. Akan tetapi PBB dan BPHTB tetap dipungut bagi properti komersial, seperti hotel, restoran dan warung, serta properti dengan luas di atas 200 meter.