REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang mengatakan sejak 23 Oktober 2014 hingga 6 Februari 2015 kinerja dan aksi blusukan Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat perhatian media massa, bahkan sepuluh menteri mengikuti jejak Jokowi.
"Ada 10 nama menteri yang paling banyak diekspose dalam pemberitaan terkait blusukan," ujarnya saat menyampaikan hasil pemantauan media terkait "Blusukan Kabinet Kerja dalam Bingkai Media", di Jakarta, Jumat (6/2).
I2 mencatat ada sekitar 2.754 pemberitaan mengenai aksi blusukan menteri Kabinet Jokowi-JK, yang dimuat 343 media di seluruh Indonesia, baik nasional maupun lokal. Indonesia Indicator adalah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis dengan menggunakan software AI (Artificial Intelligence).
Menurut dia, blusukan menteri, lengkap dengan berbagai cara, seperti lompat pagar, memperoleh sorotan tajam di media hingga 44,7 persen atau 2.754 berita dari total 6.159 pemberitaan yang bertema blusukan.
"Aktivitas ini menjelaskan bahwa para menteri terlihat perlu untuk melakukan sesuatu yang ekstravaganza atau di luar kebiasaan demi mendapat panggung di media," papar Rustika.
Kesepuluh nama menteri yang aksi blusukannya paling terekspose media itu adalah Susi Pudjiastuti (246), Marwan Jafar (196), Ignasius Jonan (188), Yuddy Chrisnandi (178), Amran Sulaiman (167), Rachmat Gobel (147), Siti Nurbaya (123), Rini Soemarno (123), Hanif Dhakiri (111), dan Tjahjo Kumolo (97).
"Dari 10 Menteri yang diekspos dalam pemberitaan tentang blusukan, Susi Pudjiastuti memiliki ekspos tertinggi, disusul oleh Marwan Jafar dan Ignasius Jonan. Sejauh tiga nama tertinggi memiliki sentimen positif dari publik," katanya.
Rustika memaparkan, istilah blusukan mulai dipopulerkan saat Mendag masa Gita Wirjawan berkunjung ke Pasar Gede, Kota Solo. Namun, kata dia, istilah blusukan mulai menjadi political brand Jokowi saat Pilgub DKI Jakarta pada 22 April 2012.
Pada September 2012 istilah blusukan semakin melekat dengan Jokowi. Sebenarnya, kata dia, aksi blusukan sudah ada di jaman Presiden Soeharto dengan nama turba (turun ke bawah). Pada masa Reformasi berganti dengan nama sidak (inspeksi mendadak).
"Belakangan muncul dengan istilah blusukan. Berbeda dengan dua tema di atas yang berorientasi pada fungsi kontrol, blusukan lebih pada upaya melihat dan mendengarkan," tutur Rustika.