REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Jam malam yang telah diberlakukan Irak selama kurun waktu satu dekade berakhir pada Ahad (8/1). Namun, beberapa jam sebelum jam malam resmi berakhir, sebuah bom meledak di Baghdad dan menewaskan sedikitnya 40 orang.
Sejumlah bom meledak di wilayah berbeda di Irak, pada Sabtu (7/2). Peristiwa ini seakan menunjukkan bahwa negara tersebut masih belum aman dari serangan, terutama kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Di daerah New Baghdad, seorang pembom bunuh diri meledakkan bom di sebuah jalan, yang dipenuhi toko-toko perangkat keras dan restoran. Polisi menyatakan, akibat peristiwa tersebut 22 orang tewas.
"Restoran tersebut penuh dengan remaja, anak-anak, dan wanita saat pembom bunuh diri meledakkan dirinya. Banyak yang terbunuh," kata salah seorang saksi Mohamed Saeed.
Menurut Kelompok Intelijen SITE, kelompok ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Mereka mengatakan, serangan menargetkan warga Syiah di lingkungan tersebut.
Serangan kedua terjadi di pasar Shorja di pusat kota Baghdad. Dua bom berjarak 25 meter meledak secara terpisah. Polisi menyatakan, insiden tersebut menewaskan sedikitnya 11 orang. Pemboman lain di pasar Abu Cheer, barat daya Baghdad menewaskan sedikitnya empat orang. Di Tarmiya, 50 kilometer utara Baghdad, ledakan bom menewaskan sedikitnya tiga tentara.
Para pejabat rumah sakit telah mengkonfirmasi jumlah korban. Namun untuk serangan lain belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab.
Meski pemboman terus terjadi, pemerintah terus melanjutkan rencana mereka mencabut jam malam di Baghdad pada Ahad. Sebelumnya, jam malam di Irak berlaku mulai tengah malam hingga pukul 05.00 pagi waktu setempat. Jam malam yang diberlakukan mulai 2004, dilakukan untuk menanggapi serangkaian kekerasan sektrarian yang melanda Irak setelah invasi pimpinan AS.
Belum ada komentar langsung dari Perdana Menteri Haider al-Abadi, yang pada Kamis mengumumkan rencana tersebut. Namun, ia memerintahkan agar jalan-jalan yang selama ini diblokir untuk alasan keamanan agar kembali dibuka untuk lalu lintas dan pejalan kaki.
Sejumlah warga menyambut baik pencabutan jam malam. Beberapa dari mereka bermain musik dan melambaikan bendera Irak pada Ahad pagi, saat berkumpul di Alun-Alun Tahrir Baghdad. Di tempat lain sekelompok pemuda dengan sepeda motor dan mobil juga bersorak dan melambaikan bendera Irak.
"Ini akan sangat bermanfaat bagi kami, karena kami merasa dipenjara selama 11 tahun terakhir. Ini merupakan keputusan paling berani yang diambil al-Abadi. Hal ini menunjukkan bahwa negara kini sedikit aman," ujar salah seorang warga di distrik Karrada.
Namun sebagian warga lain menunggu keputusan pengakhiran jam malam dengan cemas. Pemboman pada hari sebelumnya memperkuat kekhawatiran akan lebih banyaknya serangan.
"Anda dapat melihat hal yang buruk seperti sebelumnya. Bom kembali meledak," kata salah satu pemilik toko di Shourja, Anwar (25 tahun).
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Brigadir Jenderal Saad Maan mengatakan, ia tak percaya ledakan pada Sabtu terkait dengan keputusan pemerintah mencabut aturan jam malam.
Selama ini, para pejabat Irak berulang kali meyakinkan warga bahwa ibukota telah aman, meski militan kerap menyerang wilayah Baghdad. Serangan bom telah berkurang selama hampir 12 tahun. Namun memang belum berhenti total sejak invasi AS.
Mengakhiri jam malam dan pengurangan kekuatan militer di beberapa lingkungan merupakan bagian dari kampanye menormalkan kehidupan Baghdad pasca perang Irak. Para pejabat berharap ini dapat menunjukkan bahwa Baghdad tak lagi menghadapi ancaman dari ISIS.