REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif POINT Indonesia, Karel Susetyo mengatakan, keberanian dan keteguhan Presiden Joko Widodo telah ditunjukkan dalam pengambilan keputusan atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tahun lalu. Meski kebijakan itu tidak populis, presiden mengambil jalan terjal untuk kemudian justru membawa pada kemaslahatan dengan mampu menjaga tidak defisitnya anggaran negara.
"Ini pula yang seharusnya bisa mendasari pelantikan BG. Bahwa pelantikan tersebut dapat menghindari kondisi politik dan penegakan hukum menuju titik nadir, dengan mengambil kebijakan yang tidak populis," katanya di Jakarta, Ahad (8/2).
Menurut dia, ke depan presiden bisa memperbaiki kebijakan itu dengan hak prerogratif presiden. Dia mencontohkan, pada kasus kenaikan harga BBM, presiden juga akhirnya menurunkan BBM ketika harga minyak dunia turun. Analogi ini juga bisa dipakai sebagai landasan rasional pelantikan BG sebagai kapolri.
"Kalau dianggap BG bermasalah nantinya ketika menjabat Kapolri, maka presiden bisa saja mencopot dari jabatannya. Dan disinilah letak tanggung jawab presiden dengan kekuasaan hak prerogratifnya," ujar Karel.
Ia berpendapat, tidak baik bila Presiden Joko Widodo terlalu lama menunda pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri. Sebab, penundaan itu akan membuat situasi politik tak kondusif.
"Semakin lama presiden menunda pelantikan BG, maka ini akan membuat situasi politik tidak kondusif," katanya.
Menurut dia, pelantikan Budi Gunawan juga merupakan wujud dari pelaksanaan hak prerogratif presiden secara konsisten dalam sistem presidensial. "Wibawa presiden sebagai pemilik hak prerogratif pun terdegradasi, dan dipersepsikan sebagai figur yang lambat serta peragu," katanya.
Kondisi itu juga akan menjadi preseden buruk di masa mendatang, tatkala presiden ingin mengambil kebijakannya dengan menggunakan hak prerogratifnya.