REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Majelis Ulama Indonesia dan Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Jember, Jawa Timur, menolak wacana tes keperawanan pelajar sebagai syarat kelulusan ujian nasional (UN) di kabupaten setempat.
Pengurus MUI dan GP Ansor Jember meminta klarifikasi kepada anggota dewan yang mewacanakan tes keperawanan pelajar dengan mendatangi DPRD Kabupaten Jember, Senin (9/2).
"Kami ingin menanyakan rencana peraturan daerah (Perda) Akhlakul Karimah yang juga mengatur tes keperawanan pelajar sebagai syarat untuk kelulusan siswi," kata Ketua MUI Jember Halim Subahar.
Menurut dia, tes keperawanan dapat dilakukan dalam kondisi darurat seperti pelaku yang tertangkap tangan melakukan perbuatan zina, namun yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya dan tes tersebut bisa dilakukan.
"Tes keperawanan tidak boleh dilakukan secara sembarangan dan wacana tersebut sangat meresahkan masyarakat, sehingga kami secara tegas menolak tes keperawanan sebagai syarat kelulusan ujian nasional di Jember," paparnya.
Penerapan tes keperawanan kepada pelajar, lanjut dia, merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan hal tersebut bertentangan dengan Al Quran, hadits, dan ijma' para ulama.
Sekretaris GP Ansor Jember, Winarno menyesalkan wacana tes keperawanan yang disampaikan anggota Komisi D DPRD Jember saat melakukan rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan Jember.
"Tes keperawanan jelas-jelas melanggar hak asasi manusia dan Ansor menolak keras wacana tersebut diberlakukan kepada para pelajar yang dijadikan syarat kelulusan UN," ujarnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi mengatakan pimpinan dewan meminta maaf atas wacana tes keperawanan yang disampaikan legislator.
"Saya tegaskan di DPRD Jember tidak ada usulan untuk perda yang berkaitan dengan wacana tes keperawanan para pelajar dan hal tersebut bukan wacana dewan secara kelembagaan, namun wacana pribadi anggota dewan," ucap politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jember.