REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir resmi menghentikan liga sepak bola Premier League. Pemerintah juga memerintahkan penyelidikan pascabentrokan antara polisi dan pendukung klub sepak bola Zamalek yaitu Ultras Ksatria Putih di satu pertandingan di Kairo, Ahad (8/2).
Menurut laporan saksi, kekerasan terjadi ketika polisi berusaha mendirikan barikade dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan fans Zamalek yang mencoba untuk memaksa masuk ke stadion di sebelah timur laut kota, Ahad (8/2) kemarin.
Jaksa penuntut umum Mesir kemudian memerintahkan penyelidikan segera dilaksanakan. Insiden itu juga mendorong pemerintah untuk menunda Premier League Mesir tanpa batas waktu.
Kementerian Dalam Negeri Mesir mengatakan, bentrokan terjadi setelah Ultras Ksatria Putih mencoba untuk menghadiri pertandingan tanpa membeli tiket.
"Sejumlah besar pendukung Zamalek datang ke Stadion Pertahanan Udara untuk menghadiri pertandingan dan berusaha menyerbu gerbang stadion dengan kekerasan, sehingga mendorong pasukan untuk mencegah mereka melanjutkan serangan," kata kementerian itu seperti dikutip dari laman Al Jazeera, Selasa (10/2).
Namun menurut keterangan fans Zamalek melalui postingan facebook resmi mereka, kekerasan dimulai karena pemerintah hanya membuka satu pintu sempit, yaitu pintu kawat berduri untuk membiarkan mereka masuk. Hal itu yang memicu mereka saling dorong dan kemudian melihat polisi menembakkan gas air mata.
"Tiba-tiba mereka menutup pintu gerbang dan menyuruh kami keluar lewat pintu lain," kata seorang saksi mata Al Jazeera.
Polisi diketahui berada di depan dan di belakang gerbang. Mereka menembakkan gas air mata. Hal itulah yang menyebabkan kepanikan dan orang-orang jatuh.
"Kami mulai pergi dengan cepat. Ada orang-orang tua di kerumunan tersebut dan mereka diinjak-injak oleh penggemar lainnya," ujarnya.
Salah satu fans Zamalek mengatakan para pendukung mengatakan pasukan keamanan mereka ingin masuk ke stadion untuk menonton pertandingan, tapi polisi menolaknya. Para Ultras menuduh pasukan keamanan melakukan pembantaian, namun polisi membantahnya dan mengatakan menggunakan kekerasan untuk mencoba dan menenangkan kerumunan.
Pascakejadian itu, banyak orang meninggal karena mati lemas setelah penyerbuan meletus. Akibat insiden itu, sedikitnya 40 orang tewas dan lainnya menderita luka-luka. Kementerian Kesehatan Mesir mengatakan, banyak diantara mereka yang terluka, patah tulang dan memar.
Seorang jurnalis sepak bola yang berbasis di London, Abdul Musa, menggambarkan Ultras sebagai penggemar fanatik di Afrika. Dia mengatakan mereka telah mengancam akan menyebabkan kekerasan di acara-acara baru-baru ini.
"Itu sebabnya ada banyak polisi hari ini di Kairo," katanya.
Sebelumnya, hubungan antara pasukan keamanan dan kelompok penggemar yang dikenal sebagai Ultras telah tegang sejak 2011 dan kerap terjadi pemberontakan. Ultras sering bentrok dengan pasukan keamanan di dalam dan luar stadion, dan sering melakukan protes politik.
Pendukung Zamalek menuding aparat bersikap berlebihan terhadap mereka. Saat itu para Ultras memainkan peran kunci dalam mengakhiri pemerintahan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Setelah itu terjadi kerusuhan di Port Said pada tahun 2012. Saat itu sebanyak 72 orang tewas dalam huru-hara itu