Selasa 10 Feb 2015 16:53 WIB
Calon kapolri baru

Eks Wamenkumham Gugat Peran DPR Dalam Pengangkatan Kapolri

Rep: Ira Sasmita/ Red: Ilham
Wamenkumham Denny Indrayana.
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Wamenkumham Denny Indrayana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana menggugat UU Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Nomor 2 Tahun 2002 dan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 pada 25 Januari 2015 lalu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam perbaikan permohonannya, Denny menambahkan UU Pertahanan Negara Nomor 3 Tahun 2002 dalam objek gugatannya.

Denny meminta Mahkamah meninjau kembali pasal-pasal yang mengatur hak prerogatif dalam pengangkatan dan pemberhentian Panglima TNI dan Kapolri.

"Kami cuma menguatkan bahwa persetujuan DPR dalam hal pengangkatan Panglima TNI dan Kapolri bertentangan dengan sistem presidensial. Karena itu, sepenuhnya hak prerogatif presiden," kata Denny saat menyerahkan perbaikan permohonan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (10/2).

Gugatan yang diajukan ke MK, lanjut Denny, diharapkan bisa kembali mengokohkan sistem presidensial. Pasalnya, fakta yang terjadi saat ini menurutnya justru hak prerogatif presiden terbatasi.

"Ada jarak yang cukup besar antara ekspektasi yang besar terhadap presiden terpilih dengan kewenangan dia. Hak prerogatif presiden justru terbatasi dengan ketentuan harus ada persetujuan dari DPR dalam pengangkatan TNI dan Kapolri," ujarnya.

Dalam UUD 1945 tidak diatur hak presiden dalam memilih, mengangkat, membatalkan, hingga memberhentikan Panglima TNI dan Kapolri harus mendapat persetujuan DPR. Sehingga pasal yang menyebutkan persetujuan DPR dalam pelantikan Kapolri dan Panglima TNI dinilai bertentangan dengan konstitusi.

Menurut Denny, harusnya konstitusi mengatur secara eksplisit jika presiden harus mendengarkan pertimbangan lembaga negara lain dalam menggunakan hak prerogatifnya.

"Tentang pengangkatan dan pemberhentian Panglima TNI dan Kapolri kan tidak diatur," kata Denny.

Denny mengharapkan, MK bisa memutuskan permohonan pengujian tersebut dalam waktu cepat. Sehingga putusan itu bisa menjadi salah satu solusi bagi Presiden Joko Widodo dalam penyelesaian konflik penunjukan Kapolri.

"Putusan MK pernah dikeluarkan dalam hitungan jam, hitungan hari. Kami berharap ini menjadi pertimbangan oleh para hakim dan menjadi splusi yang cespleng bagi pengangkatan Kapolri sekarang," kata guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement