REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Islam Istri (Persistri), Titin Suprihatin, menilai remaja Indonesia selama ini memiliki pandangan salah mengenai perayaan hari kasih sayang atau hari valentine.
Mayoritas remaja menganggap valentine merupakan budaya moderen dan wajar untuk diikuti. "Mereka memandang apa yang dilakukan oleh orang barat itu merupakan suatu kemajuan, sehingga kalau melakukan itu merasa menjadi orang yang maju," jelasnya, saat dihubungi Republika Online, Rabu (11/3).
Menurutnya, remaja yang turut melakukan perayaan valentine adalah mereka yang tidak memiliki filter budaya. Padahal, sejatinya setiap anak harus sudah dibekali pengetahuan, budaya mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk diadopsi.
Titin mengaku saat ini sudah banyak cara untuk mengalihkan remaja dari dampak negatif budaya barat. Kegiatan-kegiatan positif seperti yang dilakukan oleh remaja Masjid dan aktifis-aktifis Islam, dapat dijadikan alternatif pengalihan.
"Kegiatan positif misalnya dengan membaca Alquran atau lomba menjadi hafidz," kata dia.
Ia menambahkan, kalau pun ada taaruf, biasanya mereka saling mengingatkan satu sama lain untuk shalat tahajud atau shaum sunat. Jika remaja kuat pembinaan keislamannya, tentu akan mengarahkan ke arah yang baik.
"Mereka menyatakan rasa cintanya dengan bagaimana mengajak calon pasangannya itu untuk semakin meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT," ujar Titin.