REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Hakim Agung di pengadilan tertinggi Australia, High Court di Canberra mengeluarkan keputusan yang disebut "tidak biasa". Yakni, meminta Menteri Imigrasi memberikan visa permanen bagi seorang pengungsi asal Pakistan.
Ini adalah untuk kedua kalinya pria tersebut meminta pertolongan dari Pengadilan Tinggi.
Dia tiba di Christmas Island di tahun 2012, dan pada awalnya mendapat status pengungsi dan kemudian permohonannya mendapat visa perlindungan permanen ditolak karena adanya aturan mengenai jumlah visa yang bisa dikeluarkan.
Menurut aturan, setelah seseorang mendapat status pengungsi, Menteri Imigrasi memiliki waktu 90 hari untuk mengeluarkan visa perlindungan.
Menteri Imigrasi Australia ketika itu Scott Morrison membatasi jumlah pemberian visa perlindungan dalam satu tahun anggaran, setelah Senat menolak usulan pemerintah untuk memberlakukan visa perlindungan sementara.
Namun di bulan Juni 2014, Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa Menteri tidak memiliki kuasa untuk membatasi pengeluaran jumlah visa karena batas waktu.
Pengadilan mengatakan peraturan untuk membatasi jumlah bisa tidak sah, dan meminta pemerintah mempertimbangkan kembali permohonan pria tersebut.
Namun permohonannya kembali ditolak oleh Morrison, karena dia dianggap tidak masuk dalam kategori "kepentingan nasional" karena dia datang lewat jalur maritim ilegal.
Pengungsi ini kemudian mengajukan keberatan soal syarat "kepentingan nasional" dan meminta agar Menteri Imigrasi memberinya visa.
Dia juga mengatakan perubahan terhadap UU Migrasi tahun lalu tidak mempengaruhi haknya mendapat visa.
Dalam keputusannya, Rabu (11/2), pengadilan dengan suara bulat mengatakan keputusan Morrison tidak memberi visa bagi pria tersebut sebagai tindakan ilegal, dan meminta Menteri imgirasi yang sekarang (Peter Dutton) untuk memberi visa.
Pengadilan juga mengatakan sebagai pencari suaka, pria tersebut berhak mendapat visa menurut aturan UU MIgrasi dan Menteri tidak bisa menolak permohonannnya walau dia datang lewat jalur yang ilegal.