REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah lima jam diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri, mantan Ketua Komisi XI DPR, Emir Moeis keluar dari ruang penyidikan. Tahanan penjara Sukamiskin itu keluar dengan menggunakan kemeja berwarna biru sekitar pukul 15.15 WIB.
Politikus PDIP itu mengungkapkan selama pemeriksaan ia dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik. Pertanyaannya terkait kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, tahun 2004.
Salah satu pertanyaannya adalah menanyakan terkait pertemuannya dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. "Saya tidak pernah ketemu sama Samad," tegas Emir di Bareskrim Mabes Polri, Rabu (11/2).
Saat ditanyakan apakah dirinya mengenal Hasto Kristiyanto, ia mengaku mengenalnya karena sama-sama di DPP PDI Perjuangan. Namun, ia tidak pernah meminta keringanan hukuman baik lewat PDIP maupun Samad.
Menurutnya, bantuan hukum yang diberikan PDIP kepada dirinya karena sebagai kader dan merupakan hal yang wajar. "Secara resmi PDIP akan bela kadernya, saya ucapkan terima kasih," katanya.
Bahkan, sambung Moeis, tidak pernah terpikir di benaknya untuk meminta keringanan kepada pimpinan KPK. "Baik lewat kawan-kawan saya di PDIP apalagi ke KPK atau Abraham Samad," kata Emir.
Namun, setelah membaca berita di media soal keterangan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, justru pihak Abraham yang menawarkan keringanan. "Kenyataannya saya dijatuhi hukuman tiga tahun. Itu menunjukan saya dibantai dan didzalimi," ujarnya.
Adapun pemeriksaan terhadap Emir diduga terkait pelaporan LSM KPK Watch, yang mengadukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad.Abraham dilaporkan terkait dugaan pertemuan yang ia lakukan dengan politisi PDI-P.
Pada Jumat (23/1) lalu, Samad dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch M Yusuf Sahide, dengan tuduhan pelanggaran ketentuan Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelapor menduga pertemuan Abraham dengan petinggi partai poltik membahas kesepakatan mengenai proses hukum yang melibatkan politisi PDI-P Emir Moeis. Kesepakatan tersebut terkait pencalonan Samad sebagai calon wakil presiden, dan keringanan hukum bagi Emir Moeis.