REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kampanye serangan udara pasukan koalisi pimpinan AS ke Irak dan Suriah gagal menahan laju masuknya pejuang asing untuk bergabung bersama ISIS dan kelompok-kelompok ekstremis lainnya.
Para pejabat intelijen AS mengatakan dalam perkiraan terbaru dari keprihatinan atas terorisme yang sedang terjadi di kawasan Timur Tengah tersebut.
Laporan dari intelijen AS mengatakan sedikitnya 3.400 pejuang asing datang dari negara-negara Barat dari total 20.000 pejuang asing yang datang dari seluruh dunia.
Badan-badan intelijen percaya bahwa ada sekitar 150 orang AS yangtelah mencoba dan beberapa berhasil mencapai zona perang Suriah untuk bergabung bersama ISIS.
Para pejabat intelijen AS mengatakan kepada Komite Keamanan Dalam Negeri Rumah pada Rabu (11/2) bahwa beberapa dari mereka telah ditangkap dalam perjalanan, beberapa lainnya meninggal, dan hanya sejumlah kecil yang masih berjuang dengan ekstremis.
Kesaksian dan data lain yang diperoleh pada Selasa oleh Associated Press.
Nick Rasmussen, kepala Pusat Kontra Terorisme Nasional, mengatakan tingkat perjalanan tempur asing untuk Suriah adalah tanpa preseden, jauh melebihi tingkat asing yang pergi ke Afghanistan, Pakistan, Irak, Yaman atau Somalia pada titik lain dalam 20 tahun terkakhir.
Para pejabat AS khawatir, banyaknya pejuang asing yang bergabung bersama ISIS akan menimbulkan ancaman begitu kembali ke negaranya masing-masing.
Menangani maraknya pejuang asing yang berbondong-bondong pergi ke Irak dan Suriah, para pejabat AS mengakui kesulitan untuk melacak para warganya yang telah berhasil sampai ke Suriah.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Suriah pun telah ditutup, dan CIA tidak memiliki kehadiran permanen di wilayah tersebut.
"Ketika mereka sudah sampai di Suriah, sangat sulit untuk membedakan apa yang terjadi di sana," menurut kesaksian Michael Steinbach, asisten direktur FBI untuk kontraterorisme.