Kamis 12 Feb 2015 15:22 WIB

Serangan Terhadap Muslim di Perancis Terus Meningkat

Rep: c84/ Red: Esthi Maharani
Seorang wanita Perancis mengenakan burqa di luar kota Paris. Dari 5 juta warga muslim Perancis, hanya sekitar 2.000 wanita muslim yang mengenakan burqa menutupi seluruh tubuh, termasuk wajah.
Foto: ap
Seorang wanita Perancis mengenakan burqa di luar kota Paris. Dari 5 juta warga muslim Perancis, hanya sekitar 2.000 wanita muslim yang mengenakan burqa menutupi seluruh tubuh, termasuk wajah.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Islamofobia terus terjadi di sejumlah negara-negara barat tak terkecuali Perancis. Badan anti-rasisme di Perancis mengatakan serangan terhadap Muslim di Perancis telah meningkat tajam sejak insiden Charlie Hebdo beberapa waktu lalu.

Badan anti-rasisme itu menyatakan serangan terhadap Muslim di Perancis telah meningkat sebesar 70 persen antara Januari 7 hingga 7 Februari, sepert diberitakan Anadolu, Kamis (12/2).

Laporan ini juga mencatat serangan terhadap umat Islam termasuk agresi verbal dan fisik yang mengakibatkan kematian setidaknya satu orang. Pengawas mencatat ada sekitar 153 serangan terhadap umat Muslim di Perancis dalam kurun waktu tersebut.

"Angka-angka ini menyoroti pertumbuhan Islamofobia di masyarakat Prancis. Namun, mereka tidak sepenuhnya mencerminkan pendangkalan ideologi Islamofobia dan bertindak di ruang publik," Elsa Ray, juru bicara badan anti terorisme tersebut.

Sedangkan pada tahun lalu, badan tersebut mencatat ada 764 tindakan Islamofobia dimana 22 adalah serangan fisik, 586 tindakan diskriminatif dan 25 serangan terhadap institusi Muslim, khususnya masjid.

Lanjutnya, perempuan terus menjadi korban utama dari Islamophobia, sebesar 81,5 persen, dan sebagian besar dari mereka menghadapi serangan fisik; dalam satu kasus, seorang wanita harus melalui aborsi. Sebagian besar serangan terjadi baik di lembaga-lembaga atau tempat umum.

"Ini menunjukkan bahwa kita menghadapi fenomena struktural. Islamophobia tumbuh dan berakar dalam lembaga," sambungnya.

Juru bicara itu juga mengatakan bahwa hanya 22 dari 2014 kasus yang dilaporkan kepada pihak berwenang. Dia menjelaskan korban memilih untuk diam daripada menghadapi proses peradilan yang panjang dan memerlukan "waktu dan uang."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement