REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Perdana Menteri Tony Abbott meminta maaf karena telah menggunakan istilah "holocaust". Pernyataan itu disampaikan baru-baru ini ketika merespons pertanyaan yang diajukan parlemen mengenai masa depan kontrak pembuatan kapal selam Australia yang bernilai miliaran-dolar.
Pemerintah federal Australia terus menuai sorotan terkait rencana pelaksanaan proyek pembuatan armada kapal selam Australia.
Setelah akhir pekan lalu tersiar kabar kalau PM Abbott telah meyakinkan anggota parlemen dari Partai Liberal dalam pertemuan sebelum berlangsungnya voting mosi pergantian kepemimpinannya, kalau perusahaan galangan kapal Australia akan diberikan izin untuk bersaing memperoleh kontrak tersebut.
Dalam kampanye pemilu lalu Pemerintah Koalisi berjanji armada kapal selam Australia berikutnya akan dibangun oleh perusahaan galangan kapal berbasis di Australia Selatan ASC. Namun pemerintah federal juga membuka peluang bagi perusahaan asing untuk memenangkan kontrak pengerjaan proyek tersebut. Hal ini memicu spekulasi bahwa Jepang yang akan memenangkan tender pembuatan kapal selam tersebut.
Partai oposisi menggunakan sesi tanya jawab di parlemen dengan Perdana Menteri Tony Abbott dan bertanya kapan dia akan merealisasikan janjinya memberi pekerjaan tersebut kepada Australia Selatan. Alasannya, mengingat angka pengangguran di kawasan itu saat ini telah mencapai 7.3 persen.
Di sesi tanya jawab yang gaduh itu, Abbott menyambut serangan itu. "Di bawah pemerintahan anggota parlemen oposisi pekerjaan Pertahanan di negara ini menurun 10 persen, " katanya.
"Ada bencana 'holocaust' pekerjaan di industri pertahanan di bawah anggota oposisi,"
Sadar istilah yang digunakannya tidak tepat, Abbott kemudian menarik kembali perkataannya dan mengubah penggambaran situasi yang dimaksud dengan kata "penipisan pekerjaan", dan kemudian Abbott meminta maaf.
"Dalam menjawab salah satu dari banyak pertanyaan tentang kapal selam, saya tidak seharusnya menggunakan istilah 'holocaust'," katanya.
"Saya tidak seharusnya menggunakan istilah itu, saya menarik kembali ucapan saya, saya meminta maaf atas hal tersebut,"
Istilah Holocaust biasa digunakan untuk menjelaskan genosida atau pembantaian yang dilakukan Nazi kepada warga Yahudi pada masa PD II.
Dan tidak seperti biasanya, Abbott kemudian langsung beralih menjawab pertanyaan oposisi yang ditujukan kepada Menteri Pertahanan yang didesak untuk 'terbuka' dengan apa yang telah dijanjikannya kepada Jepang.
Abbott menuduh Partai Buruh telah dengan konstan melakukan fitnah terhadap Jepang dan warga Jepan. "Saya memang telah membahas masalah kerja sama mengenai kapal selam ini dengan Perdana Menteri Jepang,"
"Tugas saya adalah memastikan bahwa Australia memiliki kemungkinan kapal selam terbaik dengan harga terbaik ketika kita membutuhkannya,"
Abbott juga mengatakan ia juga telah mengangkat masalah ini dengan para pemimpin Perancis dan Jerman.
"Kita tengah menjajaki kerjasama mengenai kapal selam ini dengan negara-negara yang memiliki kemampuan untuk bisa memberikan kita kapal selam seperti yang kita butuhkan,"
Jurubicara Menteri Pertahanan oposisi, David Feeney juga bertanya apakah Kantor Kementerian Pertahanan telah memiliki rancangan dokumen yang mempersiapkan kalau Jepanglah yang akan memenangkan tender kontrak pembuatan kapal selam tersebut.
Andrews tidak menjawab pertanyaan itu dan mengatakan pemerintah federal sejauh ini belum membuat keputusan.
"Berapa kali saya mesti menjelaskan kalau kita belum membuat keputusan," tegasnya.
Kemarin, PM Abbott mencemooh saran agar dia membuat tender terbuka mengenai proyek pengerjaan kapal selam tersebut, dengan mengatakan kalau jika ditenderkan secara terbuka maka kapal selam yang dihasilkan adalah 'kapal selam sekelas Kim Jong-il' atau "Kapal selam Vladimir Putin".
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer:
Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement