REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Majelis Rakyat Papua (MRP) kecewa Rancangan Undang Undang (RUU) Otonomi Khusus Plus Papua (Otsus Plus) tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
Ketua MRP Timotius Murib ketika dihubungi dari Jayapura, Jumat (13/2), mengatakan, pihaknya bersama Pemerintah Provinsi Papua dan DPR Papua sudah berjuang keras di Jakarta selama satu bulan agar RUU itu masuk Prolegnas 2015.
Dengan nada kecewa Timotius mengatakan, dengan tidak dimasukkannya RUU itu ke dalam Prolegnas 2015, maka sebaiknya semua pemerintahan di Tanah Papua mulai dari kabupaten/kota, provinsi, hingga DPR Papua harus tutup dan mogok. "Karena mau kerja untuk siapa dan menggunakan regulasi apa," kata Timotius.
Menurut dia, RUU Otsus Plus sebagian besar, sekitar 85 persen, berasal dari pemikiran orang asli Papua, sebagai koreksi atas pelaksanaan UU Otsus selama 13 tahun terakhir. "Implementasi Otsus selama 13 tahun belum pernah dievaluasi dan baru pertama kali periode kedua MRP melakukan evaluasi dengan melibatkan 383 peserta," kata Timotius.
MRP memberikan apresiasi kepada Gubernur Papua Lukas Enembe yang dinilai cepat merespons semangat masyarakat untuk melakukan revisi UU Otsus. Karena itu, MRP sangat kecewa ketika RUU Otsus Plus yang merupakan aspirasi masyarakat Papua yang diharapkan segera disahkan menjadi undang-undang justru tidak masuk dalam Prolegnas 2015.
Menurut dia, harus ada dialog antara Papua dan Jakarta sebagai solusi atas tidak dimasukkannya RUU Otsus Plus dalam Prolegnas 2015. Menurutnya, perlunya dialog Papua-Jakarta pernah diungkapkan Presiden Jokowi saat Natal Bersama di Jayapura.
"Dialog itu kan keinginan dari Presiden Jokowi. Saya meminta kepada seluruh masyarakat 250 suku di tujuh wilayah adat berkomitmen agar dilakukan dialog Papua-Jakarta," ujarnya.
Timotius menambahkan, pihaknya akan melakukan Rapat Pleno Luar Biasa dalam rangka menetapkan dan melakukan dialog Papua-Jakarta.
Sementara itu Menkumham Yasonna Laoly menyatakan RUU Otsus Plus tidak dimasukkan Prolegnas 2015 karena RUU itu masih akan dikaji oleh Pemerintah. Menurut Menkumham, pengkajian terhadap RUU itu diharapkan bisa selesai pada akhir 2015.