REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-VI berakhir, Rabu (11/2) kemarin. Salah satu penekanan hasil kongres itu, yakni revitalisasi lanskap atau tata ruang Islami di perkotaan maupun daerah-daerah seluruh Indonesia, terutama yang di dalamnya mayoritas Muslim.
Menurut Pengamat Tata Ruang, Bakti Setiawan, keinginan hasil kongres itu bagus, hanya dengan beberapa catatan. Misalnya, tata ruang di hampir semua kota besar di Indonesia, kini amburadul.
Sebabnya, model pembangunan kota dikendalikan oleh kuasa uang dan kapitalisme global. "Maka kalau ada ide revitalisasi, jangan buat Islam hanya sebagai label, melainkan juga kerja dan konsep untuk kemaslahatan universal," kata Bakti Setiawan saat dihubungi ROL di Jakarta, Jumat (13/2).
Guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu melanjutkan, tata ruang Islami minimal mesti memanusiakan manusia. Artinya, tidak hanya sekadar memperbanyak jumlah simbol-simbol keislaman. "Apa gunanya, masjid banyak-banyak, misalnya, kalau jamaahnya sering kosong, transportasi (menuju ke masjid itu) jelek, dan masih ditemukan permukiman kumuh di belakang area masjid itu?" kata Bakti.