REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pengamat militer Salim Said mengenalkan sejarah Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu) yang benar lewat bukunya. Dia mengaku menjadi saksi atas terjadinya peristiwa Gestapu tersebut. Hal itu dibahas dalam diskusi buku bertajuk 'Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian' di Museum Konferensi Asia Afrika pada Sabtu (14/2).
Menurut Salim yang mendasarinya menulis buku itu adalah masih banyak masyarakat yang tidak tahu, terutama dari kalangan tentara mengenai sejarah asli Gestapu. Persoalannya, banyak yang mengetahui peristiwa itu melalui film dan tidak membaca buku. "Buku saya sangat berguna jika ingin tahu sejarah yang sebenarnya mengenai Gestapu," kata Salim.
Buku yang dibuatnya bersifat semi autobiografi. Tetapi, menurut Salim, buku itu berbeda dengan buku autobiografi lainnya, karena bukan mengisahkan siapa dirinya tetapi mengenai apa yang ia saksikan. "Maka dari itu disebut serangkaian kesaksian," ujarnya.
Kekacauan yang terjadi di Sulawesi, menuntutnya untuk bersekolah di Jawa yang kemudian dilanjutkan kuliah di Jakarta. Diaakhirnya menjadi wartawan, bukan sebagai cita-citanya, tetapi untuk membiayai hidup. Apalagi saat itu di Indonesia sedang terjadi kekacauan politik dan ekonomi. Di mana inflasi pada waktu itu mencapai 650 persen.
Salim menceritakan, menjadi wartawan beberapa pekan sebelum peristiwa Gestapu. Dia mendapat kesempatan mengamati dari dalam karena berkerja di harian angkatan bersenjata. Tentara kala itu membuat koran karena media yang ada sudah dikuasai oleh golongan kiri atau komunis.
Salim, ketika Gestapu, adalah wartawan pertama yang masuk Kostrad dan mengikuti operasi pertama antikomunis di Semarang yang dipimpin Sarwo Edi Wibowo. "Mengalami itu semua sebagai wartawan sekaligus aktivis ketika mahasiswa bergolak untuk membubarkan PKI," kata Salim.
Dalam bukunya, Salim memaparkan tentang bagaimana meledaknya Gestapu dengan kekuatan antikomunis yang akhirnya melawan Proklamator Sukarno dan PKI. Bung karno, menurutnya, bukan penganut komunis, hanya saja ingin mengimbangi kekuatan tentara selama Orde Lama.
Dari pengalaman itu lah, Salim membuat disertasi mengenai peran politik militer di Indonesia. Atas disertasi itu, ia mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai sarjana pertama yang menulis disertasi mengenai peranan politik tentara.
Mengapa tak ada orang Indonesia yang menulis? Karena itu merupakan isu sensitif dan lewat situlah ia akhirnya menjadi pakar politik militer.