REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski banjir di sebagian besar wilayah ibu kota Jakarta telah surut, namun dampaknya masih dirasakan oleh masyarakat yang menjadi korban bencana tahunan itu.
Salah satu dampak yang masih dirasakan adalah kerusakan jalan akibat genangan maupun tergerus aliran air hujan. Publik Jakarta kini merasakan semakin banyaknya jalan rusak sehingga aktivitas dan berbagai kegiatan menggunakan kendaraan bermotor harus dilakukan lebih hati-hati.
Data Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta per 1 Desember 2014, 2.243 titik jalan rusak, terdiri dari 1.588 titik lama dan 655 merupakan titik baru. Perbaikan terus dilakukan, namun kerusakan tetap terjadi akibat intensitas hujan yang tinggi.
Hingga 4 Desember, masih ada 289 titik jalan rusak yang tersebar di lima wilayah kota administratif. Dari angka itu, sebanyak 655 titik jalan rusak baru di ibu kota. Jalan rusak paling banyak terjadi di wilayah Jakarta Pusat, dengan 173 titik. Kemudian Jakarta Barat (171), Jakarta Timur (124), Jakarta Utara (100) dan di Jakarta Selatan sebanyak 87 titik.
Menurut data dari Dinas PU Pemprov DKI Jakarta per 26 Januari 2015 (sebelum banjir) masih tersisa 127 titik jalan yang mengalami kerusakan. Data ini menunjukkan bahwa antara kerusakan dan perbaikan saling berpacu sehingga jumlah yang rusak maupun yang telah diperbaiki fluktuatif.
Data Dinas PU Bina Marga DKI Jakarta per 13 Februari 2015 atau setelah hujan lebat dan banjir pada 8-10 Februari, menyebutkan terdapat 700 titik kerusakan jalan di wilayah DKI. Kini pemerintah provinsi dihadapkan pada tugas besar untuk segera memperbaiki kerusakan itu.
Meski masih musim hujan, perbaikan jalan berlubang tetap dilakukan oleh Dinas PU Bina Marga DKI. Hal itu mengingat kerusakan jalan dapat membahayakan pengendara khususnya pengguna sepeda motor. Lubang-lubang di jalanan yang ada semakin lebar karena tergenang dan harus segera ditutup, karena rawan kecelakaan. Kalau tidak, akan dikomplain masyarakat.
Masyarakat komplain karena kerusakan jalan berpotensi mengganggu perjalanan. Perjalanan bisa semakin lamban karena harus menghindari lubang. Akibat atau dampak lanjutannya sudah pasti, yaitu kemacetan semakin panjang. Pengemudi harus perlahan-ahan melintasi jalan rusak dan memilih sisi atau bagian yang tidak rusak.
Bagi pemotor harus lebih waspada dan hati-hati karena selain perlahan ketika melintasi jalan berlubang juga rawan jatuh atau kecelakaan. Inilah tantangan pengemudi dan pemotor di ibu kota hari-hari ini.
Kandungan
Berbagai sorotan publik selalu muncul terhadap kerusakan jalan akibat air hujan dan banjir. Setelah hujan dan banjir selalu mengakibatkan pertambahan jumlah lubang dan kerusakan jalan.
Jika dicermati dari sifat dan filosofinya, air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah, meresap dan mengintrusi dimanapun keberadaanya melalui pori-pori. Karena itu, selain mengalir ke lokasi lebih rendah, air juga mengintrusi ke lapisan bumi.
Semakin banyak air hujan menggenang, maka semakin kuat daya intrusinya, sehingga lapisan bumi akan semakin mudah rapuh atau mengelupas. Jangankan air yang menggenang, air hujan yang jatuh pun bisa merusak lapisan aspal curah (hotmix). Batu yang tertetesi air secara tetap pun dalam beberapa waktu akan berlubang, apalagi aspal curah maupun beton.
Berbagai literatur dan ulasan mengenai air hujan di dunia maya menyebutkan bahwa kandungan air hujan berasal dari reaksi zat-zat yang ada di atmosfer dengan butiran air yang melewatinya. Selain itu air juga bereaksi dengan gas yang terdapat di atmosfer.
Zat-zat yang ikut bercampur dengan air hujan berupa zat padat yang mudah larut dan gas. Kandungan air hujan berbeda-beda dan tergantung pada tempatnya. Akibatnya, kandungan air hujan akan berbeda-beda di setiap tempat.
Di daerah laut terbuka sampai daerah yang dekat dengan pantai, air hujan akan mengandung garam, CO2 dan bersifat asam. Air hujan di darat pun punya kandungan yang berbeda. Kandungan garamnya jauh lebih sedikit. Apalagi jika di kota-kota yang padat penduduknya, seperti Jakarta, banyak berasal dari sisa-sisa polusi udara.
Meski kandungan air hujan utamanya adalah H2O mencapai 99.9 persen massa, namun sisanya bisa bermacam-macam, dari asam sulfat, asam nitrat dan senyawa asam lainnya yang bisa berasal dari industri atau gunung berapi. Bisa juga karbon dalam bentuk abu ringan (fly ash) yang berasal dari industri atau gunung berapi.
Begitu juga adanya potensi silika yang merupakan debu dari gurun. Jadi, banyak faktor yang memengaruhi kandungan air hujan, terutama lokasi kejadian hujan dan arah angin.
Mengapa bisa ada silika dan fly ash. Umumnya keduanya adalah debu yang mengikat molekul-molekul air sehingga terjadi hujan. Ingat, hujan berasal dari proses presipitasi, bukan pengembunan. Presipitasi adalah proses pengikatan banyak molekul-molekul di permukaan molekul lain sehingga terbentuk molekul yang dipusatnya terdapat molekul asing.
Beragam
Hujan didefinisikan sebagai proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya sampai di daratan. Butir hujan memiliki ukuran yang beragam, mulai dari pepat, mirip penekuk (butir besar) hingga bola kecil (butir kecil).
Zat-zat yang ikut tercampur dengan air hujan berupa zat padat yang mudah larut dan gas. Kandungan air hujan tergantung pada kondisi geologi, jumlah penduduk dan aktivitas yang dilakukan oleh manusia di daerah tersebut sehingga hujan akan berbeda-beda di setiap tempat.
Air hujan adalah zat yang menguap karena panas dan dengan proses kondensasi (perubahan uap air menjadi tetes air yang sangat kecil) membentuk tetes air yang lebih besar kemudian jatuh kembali ke permukan bumi. Pada waktu berbentuk uap air terjadi proses transportasi (pengangkutan uap air oleh angin menuju daerah tertentu yang akan terjadi hujan).
Ketika proses transportasi tersebut uap air tercampur dan melarutkan gas-gas oksigen, nitrogen, karbondioksida, debu dan senyawa lain. Karena itulah, air hujan bisa juga mengandung debu serta berbagai senyawa yang terdapat dalam udara.
Kualitas air hujan banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Air hujan diduga akan mengandung lebih banyak gas-gas daripada air tanah, terutama kandungan CO2 dan O2. Air hujan biasanya tidak mengandung garam-garam mineral, zat-zat racun atau zat yang dapat mengganggu kesehatan.
Karena itu air hujan yang bersih dapat digunakan sebagai air minum apalagi untuk keperluan mandi. Air hujan jenis ini termasuk air lunak.
Partikel air di atmosfer dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan sebagainya. Air hujan jenis ini memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir sehingga mempercepat terjadinya karatan (korosi).
Sifat agresif air itulah yang patut diwaspadai dan diantisipasi mengingat bisa berdampak sangat berbahaya. Jika pipia-pipa bisa karatan, maka aspal (apalagi aspal curah dan beton) bisa juga rusak akibat intrusi dan peresapan yang mengakibatkan lapisan mudah terkekupas atau berlubang.
Karena itu, untuk mengurangi kerusakan jalan akibat hujan dan banjir, tak ada jalan lain kecuali mempercepat air mengalir ke selokan atau drainase. Mengingat sifat dasar dan filosofi air yang mengalir ke bawah, memastikan drainase memadai untuk menampung dan mengalirkan air secara cepat adalah solusi yang tak bisa terelakan.