Ahad 15 Feb 2015 13:58 WIB

Melepas Stres, Pencari Suaka Berkumpul di ‘Dapur Komunitas’ (2)

Kegiatan di dapur komunitas
Foto: abc news
Kegiatan di dapur komunitas

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Sekitar 200 pencari suaka berkumpul dalam acara yang disebut sebagai ‘The Community Kitchen’ atau ‘Dapur Komunitas’. Di dapur komunitas ini disajikan program kuliner dan sosial, sembari menunggu izin tinggal mereka diproses.

Ibrahim kemudian menghabiskan dua bulan di rumah detensi Australia, sebelum diberi visa transisi.

Ia mengatakan, meskipun rumah detensi cukup menantang pada saat itu, tinggal di sana lebih aman baginya.

"Hidup Anda lebih aman dalam tahanan daripada di negara Anda sendiri. Hidup saya aman, itu lebih baik daripada di negara kami yang sarat pembunuhan," ujarnya baru-baru ini.

Ia mengatakan, tinggal dengan visa transisi juga sulit. "Anda tidak memiliki hak untuk bekerja atau sekolah padahal saya ingin sekolah dan ikut kursus, jika saya bisa," tuturnya.

Juru masak lainnya adalah pengungsi Kurdi, Mostafa. Nama terakhir tak dapat diungkap karena alasan hukum.

Mostafa mengatakan, ia telah datang ke acara ‘Dapur Komunitas’ tiap dua minggu sekali, selama hampir satu tahun belakangan ini. "Kami [para pencari suaka] merasa rindu kampung halaman, tapi ketika kami datang ke sini, kami melupakan masalah kami, kami merasa menjadi bagian dari masyarakat. Saya telah banyak berteman. Mereka adalah orang-orang yang baik," ujarnya.

Pria berusia 28 tahun ini melarikan diri dari Irak dua tahun lalu, karena ia takut adanya penganiayaan.

"Saya orang Kurdi dan orang-orang Kurdi dianiaya di Irak. Itu berbahaya bagi saya, itu sebabnya saya memutuskan untuk datang ke sini," kisahnya.

Mostafa mengatakan, ditahan selama tiga bulan di rumah detensi membuatnya stres.

"Itu sangat menegangkan, itu sulit. Anda harus menunggu dan Anda tak tahu berapa lama Anda harus menunggu," utaranya.

Sekarang, dengan visa transisi, ia mengaku masih mengalami masalah mental yang ia derita akibat penahanan.

"Sangat sulit tinggal di Australia tanpa bekerja, hidup menjadi keras. Setelah dua tahun, saya tak tahu masa depan saya," tuturnya.

Ia mengatakan, ia ingin meningkatkan kemampuan bahasa Inggris-nya dengan kursus lanjutan.

"Saya ingin belajar beberapa keterampilan dan melakukan pelatihan dan kemudian mencari pekerjaan," ungkapnya.

Pengelola ‘Dapur Komunitas’ yang juga CEO Layanan Pemukiman Internasional, Violet Roumeliotis, mengatakan, banyak dari para pencari suaka muda yang memiliki visa transisi mengalami masalah mental dan isolasi sosial.

"Banyak pemuda dan keluarga muda hidupnya terombang-ambing. Mereka datang dengan trauma dan berbagai masalah lainnya. Mereka hidup dengan 30 atau 32 dolar per hari," jelasnya.

Violet mengatakan, ‘Dapur Komunitas’ dua mingguan ini membuat mereka merasa saling terhubung dan saling memiliki.

"Ini tentang memberikan peluang kepada seseorang untuk merasa disayangi," katanya.

"Untuk mendapatkan makanan yang baik, untuk terlibat dengan orang lain, sedikit bersenang-senang dan merasa menjadi bagian dari masyarakat daripada sekedar duduk di rumah khawatir tentang visa mereka," terangnya.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/2015-02-15/melepas-stres-pencari-suaka-di-australia-berkumpul-dalam-‘dapur-komunitas’/1415439
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement