REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PBB, Ban Ki Moon terkesan pilih kasih soal kasus hukuman mati yang dilakukandi Indonesia. Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana pun angkat bicara soal ini.
Menurut dia, ada tiga pertanyaan besar untuk Ban Ki Moon.
Pertama, dimanakah suara Ban Ki Moon ketika Ruwiyati harus menjalani hukuman mati di Arab Saudi? Apakah karena Ruwiyati berkewarganegaraan Indonesia dan Indonesia bukan negara maju sehingga suara Ban Ki Moon absen?
Kedua, tidakkah sadar Ban Ki Moon bahwa banyak orang mati karena ketergantungan narkoba? Kemanakan suara Ban Ki Moon terhadap korban? Mengapa Ban Ki Moon berempati terhadap pelaku tetapi tidak pada korban?
Ketiga, apakah Indonesia dianggap sebagai negara barbar karena melaksanakan hukuman mati? Karena menurut Ban Ki Moon PBB menentang hukuman mati.
Lalu bagaimana dengan AS yang di sejumlah negara bagian masih mengenal hukuman mati, juga Malaysia, Singapura dan Arab Saudi?
Apakah pernyataan Ban Ki Moon tidak tendensius dan merendahkan martabat dan kedaulatan Indonesia? Ataukah pernyataan ini dimunculkan karena ada desakan dari pemerintah Australia?
Tidakkah Ban Ki Moon sadar tindakannya dimanfaatkan oleh satu negara untuk menekan negara lain?
Pemerintah Indonesia, melalui Menlu wajib segera memprotes pernyataan Ban Ki Moon dan memastikan PBB tidak melakukan intervensi terhadap kedaulatan Indonesia. "PBB bukanlah pemerintahan dunia," tegas Hikmahanto dalam siaran persnya kepada Republika Online, Ahad (15/2).