REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Kelompok fanatik Negara Islam (IS) alias ISIS pada Ahad (15/2) mengklaim bahwa kelompok itu telah menghukum mati 21 penganut Koptik Mesir yang diculik di Libya.
Laman jejaring sosial kelompok yang berafiliasi pada IS di Libya menyiarkan rekaman video yang memperlihatkan pemenggalan warga negara Mesir tersebut. Semua korban, yang berpakaian oranye, berjajar di dekat pantai dan dipaksa berlutut di tanah.
Kementerian Luar Negeri Mesir belum mengomentari isi video tersebut. Semua warga negara Mesir itu diculik di Kota Sirte di satu pantai Libya dalam dua kejadian terpisah pada Desember tahun lalu dan Januari tahun ini. Penculikan tersebut terjadi cuma berselisih satu pekan.
Sebagian Kota Sirte kini dikuasai oleh anggota kelompok yang berafiliasi pada IS di Libya. Belum lama ini, beberapa pria bersenjata yang setia kepada IS telah menguasai dua stasiun radio lokal yang menyiarkan propaganda IS. Satu rumah sakit dan dewan lokal juga jatuh ke tangan gerilyawan garis keras tersebut.
Libya kini terlibat pertempuran antara militer pro-sekuler dan anggota kelompok fanatik. Kerusuhan itu membuat Libya jadi tempat ideal dan lahan perekrutan bagi kelompok fanatik.
Pada 27 Januari, seorang anggota kelompok yang berafiliasi pada IS di Libya menyerang hotel terbesar di Ibu Kota Libya, Tripoli, menewaskan sembilan orang dan melukai puluhan orang lagi. Pada awal Desember 2014, beberapa orang bersenjata yang mengaku setia kepada IS juga mendirikan pangkalan di Kota Derna, Libya Timur.
Sementara itu Gereja Ortodoks Mesir mengkonfirmasi pada Ahad larut malam pembunuhan 21 warga negara Mesir yang diculik oleh kelompok IS di Libya, demikian laporan kantor berita resmi Mesir, MENA.
"Kami menyaksikan video tersebut dengan sedih. Kami dapat mengkonfirmasi orang yang dibunuh adalah putra kami yang diculik di Libya," kata Juru Bicara Gereja Ortodoks Koptik di Mesir Polis Halim, dikutip kantor berita Mesir, MENA.
Juru Bicara tersebut mengatakan Gereja Ortodoks itu mengadakan kontak dengan berbagai lembaga pemerintah di Libya untuk mengikuti perkembangan situasi tersebut.